Khamis, 6 Januari 2011

Sindikasi news.okezone.com

Sindikasi news.okezone.com


KontraS Kecewa dengan Rekomendasi Komnas HAM

Posted: 06 Jan 2011 12:46 AM PST

JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan ketidaktegasan rekomendasi yang dikeluarkan tim pematauan dan penyelidikan Komnas HAM dalam merespons kekerasan di Puncak Jaya, Papua.

Tim tersebut dibentuk berdasarkan keputusan sidang paripurna pada 10 November 2010 setelah Komnas HAM menerima pelaporan dari berbagai pihak.

Laporan tim Komnas HAM ini memfokuskan pada tiga persitiwa dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Puncak Jaya. Yaitu pembunuhan pendeta Kinderman Gire, video kekerasan dalam pelaksanaan operasi, dan video kekerasan dalam proses interogasi.

Dalam kesimpulannya, Komnas HAM menyebutkan bahwa ketiga kasus tersebut memenuhi unsur pelanggaran HAM didasarkan pada perbuatan dan pola pelanggaran HAM yang menjadi temuan.

Yaitu perampasan hak hidup, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang, hak untuk bebas dari penyiiksaan, perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat dan hak atas rasa aman.

"Dengan kata lain Komnas sudah menemukan adanya indikasi unsur-unsur pelanggaran berat HAM, dimana tindakan meluas dari perbuatan penyiksaan itu ditujukan ke masyarakat sipil dalam konteks operasi keamanan," ujar Koordinator KontraS Haris Azhar dalam rilisnya kepada okezone di Jakarta, Kamis (6/1/2011).

Meskipun menegaskan adanya pelanggaran HAM serius pada kasus kekerasan di Puncak Jaya ironisnya Komnas HAM tidak merekomendasikan pembentukan tim penyelidik pro justisia dengan dalih wewenang yang digunakan dalam pemantauan dan penyelidikan kekerasan di Puncak Jaya ini adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Komnas HAM tidak menemukan adanya pelanggaran HAM yang sistematis di puncak Jaya Papua. Komnas HAM hanya mengajukan rekomendasi, di antaranya, berupa perubahan pendekatan keamanan negara, peningkatan profesionalisme TNI, dan pengusutan dan tindakan penegakan hukum oleh Panglima Daerah Militer Cendrawasih.

Patut diketahui bahwa penyiksaan merupakan pelanggaran norma kebiasaan internasional dan dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi yang mengatur soal pelarangan praktek penyiksaan dan dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Disebutkan salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan adalah penyiksaan. Negara peserta konvensi anti penyiksaan harus menghukum pelaku-pelakunya dengan memperhatikan prinsip peradilan yang baik dan jujur serta memperhatikan hak-hak korban.

"Kami menilai rekomendasi yang telah disampaikan Komnas HAM ini tidak mengakui unsur meluas dan sistematis meskipun telah terjadi 70 kasus penyiksaan di Papua selama 2004-2010 dan tindakannya ditujukan kepada masyarakat sipil. Kesimpulan Komnas HAM ini  bertolak belakang dengan kategori pelanggaran HAM berat sebagaimana yang diatur dalam pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," tandasnya.

Dalam kaitan ini, KontraS menganggap bahwa temuan Komnas HAM dalam pemantauannya sudah sepatutnya ditindak lanjuti ke penyelidikan pro justisia sebagaimana yang diatur dalam UU no 26/2000.

Temuan dari laporan pemantauan tersebut tidak bisa hanya dibiarkan tanpa proses hukum yang layak. Peniadaan penuntasan kasus pelanggaran berat HAM di Papua, sebagaimana dilaporkan Komnas HAM, sama artinya dengan memelihara impunitas (kejahatan tanpa hukuman) di Papua.

Penghukuman melalui pengadilan militer (rekomendasi ke Pangdam Cendrawasih) tidak layak dilakukan mengingat mekanisme Peradilan militer tidak mengenal pelanggaran HAM dan kejahatan 'penyiksaan'.

Lebih jauh, menurut Haris, seharusnya Komnas HAM memasukan rekomendasi penanganan berbasis HAM terhadap para korban dari kasus-kasus yang dipantau, serta menajamkan rekomendasinya dalam soal TNI yang tidak profesional dalam penangan situasi seperti di Papua. Seperti merekomendasikan perbaikan institusi dan sistem Peradilan Militer yang lebih sensitif terhadap standar HAM.(ful)

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Polri Yakin Foto di Paspor Sony Adalah Gayus

Posted: 06 Jan 2011 12:32 AM PST

JAKARTA- Polri meyakini foto pria di paspor atas nama Sony Laksono adalah benar Gayus Halomoan Tambunan.  
"Sudah tidak diragukan lagi itu Gayus," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bahrul Alam di Jakarta, Kamis (6/1/2011).
 
Namun, mantan Kapolda Jawa Timur itu menambahkan, untuk memastikan bahwa itu Gayus atau bukan yaitu harus melalui pengadilan.
 
"Kemarin kita ke sana (LP Cipinang). Kalau untuk pemanggilan, kita meminta izin dari Pengadilan Negeri terlebih dahulu," ujarnya.
 
Selain Gayus, lanjutnya, pihaknya juga sudah meminta keterangan petugas imigrasi soal kemungkinan Gayus bisa lolos.
 
Menurut Anton, jika terbukti foto tersebut adalah Gayus maka akan dibuat LP yang baru, berbeda dengan LP sebelumnya. "Tapi belum ada LP tentang paspor, nanti penyidik yang akan melihatnya," tandasnya.
 
Mengenai isu Gayus ke luar negeri untuk mengamankan aset miliknya, Anton menuturkan, hingga kini pihaknya masih mendalami hal itu.
 
Sebelumnya, Gayus dikabarkan pergi ke Singapura pada 30 September lalu, seperti pengakuan Devina melalui surat pembaca ke salah satu media cetak. Kemudian, Menkum HAM Patrialis Akbar mengatakan, pria bernama Sony Laksono melakukan perjalanan ke Makau pada 24 September dan Kuala Lumpur, Malaysia pada 30 September.
 
Dijelaskan Patrialis, Sony Laksono bepergian dengan menggunakan paspor atas nama Sony Laksono di mana foto di dalamnya sangat mirip dengan Gayus mengenakan wig dan kaca mata. Penampilan ini sama persis penampilan Gayus saat pelesiran ke Bali, beberapa waktu lalu.
(lsi)

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan