Jumaat, 14 Januari 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Presiden Akan Gelar Ratas Kasus Gayus

Posted: 14 Jan 2011 07:26 PM PST

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (17/1/2011) mendatang akan memimpin rapat terbatas untuk menuntaskan kasus mafia pajak Gayus HP Tambunan dan kasus-kasus penegakan hukum lainnya.

Rapat yang akan dihadiri oleh pihak dari Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan Agung serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu juga akan melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta instansi lainnya di luar pemerintah. Dari ratas itu diharapkan ada kerja sama secara terpadu untuk mengungkap tabir kasus mafia Gayus Tambunan.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dalam keterangan pers seusai mengikuti rapat terbatas di ruang VIP Base Ops Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Jumat (14/1/2011).

Dalam keterangan pers itu, Djoko didampingi Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrif Arif.

Meskipun sebelum pesawat mendarat, pers diinfokan bahwa Presiden Yudhoyono yang akan memberikan keterangan, tetapi akhirnya Djoko yang memberikan keterangan. Saat keterangan pers dilakukan, Presiden Yudhoyono berada di salah ruang di ruang VIP Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma itu.

Ratas mendadak yang membahas perkembangan isu-isu strategis dan mendesak ditangani, di antaranya, soal mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan dan Bank Century, dilakukan setibanya Presiden Yudhoyono mendarat dari kunjungan kerjanya di Jawa Timur.

Peserta rapat di antaranya menteri ekonomi yang menyertai kunjungan Presiden Yudhoyono, yaitu Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan beberapa menteri lainnya, seperti Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar.    

"Jadi, arahan Presiden setelah dengarkan laporan, Senin nanti akan ada ratas yang tidak hanya melibatkan kita di sini. Akan tetapi, juga melibatkan PPATK, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Kementerian Hukum dan HAM, serta instansi terkait yang bisa diajak untuk memecahkan kerangka bagaimana penegakan hukum di negara kita, terutama yang menjadi tuntutan masyarakat," ujar Djoko.

Presiden intervensi

Menurut Djoko, ratas pada Senin mendatang hanyalah salah satu rapat dari sekian banyak rapat yang berkali-kali dipimpin oleh Presiden Yudhoyono untuk membahas pengungkapan kasus-kasus yang menjadi perhatian masyarakat, seperti kasus Gayus dan Bank Century.

"Tidak benar Presiden dan pemerintah tidak memberi perhatian terhadap kasus-kasus yang menjadi sorotan publik tersebut. Presiden telah berkali-kali mengadakan rapat dan memerintahkan Kapolri serta Jaksa Agung untuk membuat terang kasus-kasus tadi. Memang, tidak semua hasil rapat dan perintah Presiden disampaikan kepada publik," tambah Djoko.

Rapat bidang polhukam, lanjut Djoko, adakalanya tertutup atau intern, hanya Presiden, Menko Polhukam, aparat penegak hukum terkait, dan tidak harus semuanya dinyatakan terbuka.

"Di dalam rapat-rapat terbatas, juga seperti rapat di Halim Perdana Kusuma ini, Kapolri tadi melaporkan perkembangan penanganan kasus Gayus secara gamblang. Mulai dari awal kronologi penangkapan Gayus, kemudian diperiksa, sampai dengan kasus larinya Gayus ke Bali. Kemudian ada updating lagi, ternyata ada kepergian Gayus ke tempat lain," jelasnya.

Djoko menyebutkan, rapat kali itu, Kapolri melaporkan apa yang tengah dilakukan jajaran Polri untuk menangani Gayus, termasuk perkembangan masalah perpajakannya. Begitu juga dengan Jaksa Agung.

Dalam proses penanganan kasus, pemerintah tidak akan tebang pilih. "Namun, memang untuk menelusuri kasus pajak tersebut tidaklah mudah mengingat memerlukan ahli forensik perpajakan yang kuat dan tajam," ungkap Djoko.

Terkait soal desakan Presiden harus mengintervensi aparat hukum untuk pengungkapan kasus Gayus, Djoko mengakui salah satu intervensi dari Presiden di antaranya memanggil para pejabat hukum, yang diminta untuk menuntaskan masalah-masalahnya bagi penegakan hukum.

Seolah-olah salah apabila Presiden tidak mengintervensi atau tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi. Itu adalah salah satu intervensi beliau.

Dalam hukum, tidak boleh Presiden memerintahkan Kapolri dan Jaksa Agung untuk menangkap si A atau si B, tetapi untuk melakukan pengusutan agar lebih cepat, lebih terang, dan lebih baik.

"Itulah yang selalu dilaksanakan Presiden. Memang, hal seperti itu tidak selalu terbuka untuk publik, melainkan kepada pejabat yang bersangkutan langsung," papar Presiden lagi.

Djoko mengatakan, "Jadi, kalau ada teman-teman yang mengatakan Presiden tidak intervensi di dalam hukum, itu karena teman-teman tidak melihat petanya apa yang dilakukan sehari-hari oleh Presiden dan kita semua. Sebab, semua rapat yang dilakukan tidak seluruhnya diungkap ke publik."

Ditegaskan Djoko, intervensi Presiden terhadap masalah hukum senantiasa dilakukan. Keliru kalau seorang Presiden tidak peduli dan tidak pernah memanggil Kapolri dan Jaksa Agung untuk membicarakan bagaimana proses hukum dari masalah ini dijalankan.

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Pascaputusan MK, Golkar Bidik Boediono

Posted: 14 Jan 2011 07:04 PM PST

JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mempermudah syarat pengajuan hak menyatakan pendapat di DPR diyakini bakal memanaskan suhu politik di Tanah Air.

Partai-partai politik dinilai akan terus melakukan manuver untuk melakukan pemakzulan meskipun tujuan akhirnya belum tercapai.

Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindra) dinilai sudah mengambil ancang-ancang dalam kasus Bank Century. Sementara PDI Perjuangan, meskipun masih menunggu kondisi, diperkirakan akan melihat perkembangan politik.

Adapun Partai Golkar mungkin saja akan mengincar kembali status Boediono, Wakil Presiden yang pernah menjadi Gubernur Bank Indonesia dalam kasus Bank Century.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok menyatakan hal itu kepada Kompas di Jakarta, Jumat (14/1/2011) sore. Sebelumnya, MK telah membatalkan ketentuan Pasal 184 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, yang mengatur syarat-syarat kehadiran tiga perempat anggota menjadi cukup dua pertiga dalam rapat paripurna persetujuan pengajuan hak menyatakan pendapat.

"Yang memprihatinkan, pascakeputusan MK itu suhu politik akan terus-terusan memanas. Memang, tidak akan sampai (pemakzulan), akan tetapi partai politik akan terus-menerus bermanuver. Akibatnya, agenda politik nasional terganggu. Pemerintah dan DPR bisa tidak berjalan," tandas Mubarok.

Menurut Mubarok, hiruk pikuk politik itu dikhawatirkan akan berujung pada tawar-menawar politik, misalnya, soal reshuffle kabinet. "Namun, karena kita sudah terbiasa dengan kondisi politik seperti itu, kita jalan saja meskipun berbulan-bulan seperti kasus Bank Century dua tahun lalu," lanjut Mubarok.

"Sekarang saja Partai Gerindra sudah mengambil ancang-ancang dengan kasus Bank Century. PDI Perjuangan wait and see. Setelah Sri Mulyani Indrawati tidak ada di Indonesia, Partai Golkar kemungkinan akan mengincar lagi Pak Boediono," ungkap Mubarok.

Mubarok juga mengaku sedih jika motivasi elite politik selanjutnya juga akan bermanuver politik untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono.

"Padahal, Presiden Yudhoyono itu sudah tidak akan menjadi Presiden lagi. Kenapa mesti dimakzulkan. Tunggu saja dan jangan ganggu sampai tahun 2014," demikian Mubarok.

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan