Sabtu, 27 Julai 2013

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Kisah Hasri, 46 Tahun Jadi Kusir Bendi?...

Posted: 27 Jul 2013 01:13 AM PDT

MANADO, KOMPAS.com - Di tengah mahalnya tarif angkutan sebagai dampak naiknya harga bahan bakar minyak bersubsidi, Hasri Alhasni (68), tetap setia dengan kenderaan tradisionalnya, bendi.

Ditemui di kawasan Calaca Pasar 45 Kota Manado, Hasri yang tengah mengawasi penggantian tapal kaki kuda penarik bendinya, menuturkan, menjadi kusir bendi sudah menjadi pilihan hidupnya sejak remaja.

"Saya sudah menjadi kusir bendi sejak tahun 1967. Waktu itu saya dari Gorontalo dan datang ke Manado mencari kerja. Ayah saya yang mengajari saya dulu menjadi kusir," ujar Hasri yang menawarkan Kompas.com ikut bersamanya mengantarkan seorang penumpang, Sabtu (27/7/2013).

Menurut Hasri, dulunya bendi (di Jawa disebut dokar) menjadi salah satu kendaraan utama di pusat Kota Manado. Pada waktu itu, bendi bersaing dengan kenderaan bemo dan becak.

"Walau banyak jumlahnya, tapi kami juga dapat banyak waktu itu. Sekarang jumlah bendi yang ada di Calaca sini sisa 50 buah. Tapi walau sisa sedikit, pendapatannya sudah berkurang juga," kata Hasri sambil mengarahkan kuda penarik bendinya dengan tali dan cambukan cemeti pelan.

Namun, Hasri merasa bangga, karena dari pekerjaannya menjadi kusir bendi ia telah menyekolahkan anak-anaknya hingga selesai. "Kini mereka semua sudah bekerja. Dulu saya membiayai sekolah mereka, kini mereka yang balik memberi saya uang," ujarnya sambil tersenyum.

Kini jalur transportasi bendi sudah dibatasi. Namun warga masih memakai moda transportasi ini.  Halimah, warga Kampung Arab misalnya, Dia yang sering menggunakan jasa bendi mengakui, keberadaan bendi sangat membantu.

"Mereka mau mengantar kami hingga ke depan rumah, yang tidak dilalui oleh jalur angkutan umum. Kalau naik ojek bawaan terbatas, tapi kalau naik Bendi, bawaan belanja dari pasar bisa banyak," kata Halimah.

Dengan bendi, Hasri mengaku tidak pusing soal kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebab dia hanya perlu menyediakan makanan kuda dan merawat bendinya. "Makanan kuda berupa jagung tersedia setiap saat, yang penting jangan sampai kudanya sakit. Jadi saya tidak perlu memikirkan bensin yang naik harganya," kata Hasri dengan tersenyum.

Walau hanya berupa kendaraan tradisional, namun para kusir Bendi di Kota Manado mempunyai perserikatan yang bernama Asosiasi Bendi Kota Manado. "Pengurus itulah yang mengurus surat-surat kelengkapan kami," tambah Hasri.

Ternyata bendi juga harus dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kenderaan Tidak Bermotor (STNKTB) serta kusirnya harus memiliki Surat Keterangan Mengemudi Bendi (SKMB). "Jadi kalau ada masalah di jalan, kami aman," kata Hasri.

Editor : Glori K. Wadrianto

Polisi Kolaka Sita Ratusan Petasan Berdaya Ledak Tinggi

Posted: 26 Jul 2013 11:53 PM PDT

KOLAKA, KOMPAS.com — Ratusan petasan berdaya ledak tinggi disita aparat Polsek Kota Kolaka, Sulawesi Tenggara. Razia ini terkait dengan keresahan masyarakat Kolaka yang sudah mulai merasa terganggu dengan suara ledakan petasan.

Razia yang dilakukan di sejumlah tempat dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat. Iptu La Ode M Agus, Kepala Polsek Kolaka, mengatakan, kini petasan yang disita tersebut berada di Polsek Kolaka.

"Jadi memang benar kalau hari ini kita lakukan razia petasan di beberapa titik penjualan, termasuk di Pasar Sentral Mekongga. Memang dalam razia ini kami temukan dalam jumlah yang besar. Memang ini menjadi program Polres Kolaka serta banyaknya aduan dari masyarakat Kolaka," kata Agus, Sabtu (27/7/2013).

Agus menambahkan, selain petasan yang diamankan, polisi juga memberikan pengarahan kepada para pemilik. "Kalau penjualnya kita hanya beri pemahaman di tempat kejadian, agar tidak melakukan penjualan secara besar-besaran. Kalau yang besar itu meledak bisa berbahaya juga, tapi sebagian ada juga yang memiliki surat resmi, namun yang kita sita, petasan yang tidak masuk dalam daftar," tegasnya.

Di tempat yang sama, pedagang petasan yang bernama Aping mengatakan kalau mereka tidak menjual petasan ilegal. "Kami ada dokumen yang diberikan oleh toko tempat kami ambil itu petasan. Makanya kami berani menjual secara terang-terangan seperti ini. Berbicara masalah rugi, pastilah Pak kita alami kerugian, tapi mau bagai mana lagi. Penjelasan yang diberikan oleh polisi juga masuk akal jadi kami pasrah saja," cetus Aping.

Peredaran petasan di Kolaka sejak memasuki bulan suci Ramadhan memang marak. Bahkan penjualannya pun dilakukan secara terbuka.

"Kalau malam itu hampir tidak pernah berhenti Pak. Parahnya lagi bunyi petasannya besar sekali. Ini bukan hanya malam, siang hari mereka juga bunyikan petasan sehingga mengganggu kami istrahat," tutup Rosma, salah satu warga Kolaka.

Editor : Glori K. Wadrianto

Tiada ulasan:

Catat Ulasan