Rabu, 3 Julai 2013

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Kronologi Kejatuhan Muhammad Mursi

Posted: 03 Jul 2013 09:04 PM PDT

November 2011

28: Mesir menyelenggarakan tahap pertama pemilihan umum pertama pasca-revolusi. Partai-partai Islam memenangkan sekitar dua-pertiga kursi parlemen, dari jumlah itu setengahnya diraih Ikhwanul Muslimin.

2012

30 Juni: Muhammad Mursi, yang memenangkan pemilihan presiden dengan perolehan suara 51,7 persen, dilantik. Ia menjadi penguasa sipil pertama sekaligus presiden Islamis pertama di Mesir.

12 Agustus: Mursi menghapus dokumen konstitusi yang menyerahkan  kekuasaan besar kepada  militer dan memecat Marsekal Hussein Tantawi, panglima militer yang menggulingkan pemimpin sebelumnya, Hosni Mubarak.

22 November: Mursi menerbitkan dekrit tentang kekuasaan baru buat dirinya sendiri. Namun, dia membatalkan dekrit itu pada 8 Desember setelah ada penolakan luas.

15 dan 22 Desember: 64 persen pemilih dalam referendum dua putaran mendukung konstitusi baru itu dalam sebuah pemungutan suara yang oposisi katakan telah dicurangi. Demonstrasi oleh para pendukung dan penentang Mursi kadang-kadang berubah menjadi bentrokan yang mematikan.

2013

24 Januari: Terjadi kekerasan antara para demonstran dan polisi pada malam ulang tahun pemberontakan 2011. Hampir 60 orang tewas dalam waktu satu minggu.

2 Juni: MA Mesir tidak mengesahkan Senat yang didominasi kaum Islamis, yang mengemban sebuah peran legislatif ketika parlemen dibubarkan, dan sebuah panel yang menyusun konstitusi.

30 Juni: Demonstrasi dengan massa besar ketika warga Mesir turun ke jalan-jalan untuk menggulingkan Mursi pada ulang tahun pertama kekuasaannya yang bergolak.

1 Juli: Oposisi memberi Mursi waktu satu hari untuk berhenti atau menghadapi pembangkangan sipil. Angkatan bersenjata memperingatkan bahwa mereka akan melakukan intervensi jika tuntutan rakyat tidak dipenuhi dalam waktu 48 jam.

2 Juli: Sejumlah pria bersenjata membunuh 16 orang dan melukai 200 lainnya dalam sebuah unjuk rasa pro-Mursi di Kairo.

3 Juli: Panglima Angkatan Bersenjata, Abdel Fattah al-Sisi, menggulingkan Mursi dan menyatakan bahwa Ketua Mahkamah Agung sebagai pemimpin caretaker.

Editor : Egidius Patnistik

Militer Tutup Televisi Pendukung Mursi

Posted: 03 Jul 2013 08:54 PM PDT


KAIRO, KOMPAS.com — Aparat keamanan menyerbu kantor stasiun televisi Al Jazeera Mesir di Kairo dan menahan setidaknya lima karyawannya, Rabu (3/7/2013), beberapa jam setelah militer menggulingkan Presiden Muhammad Mursi.

Menurut jurnalis Al Jazeera, Karim El-Assiuti, empat dari lima orang yang ditahan itu kemudian dibebaskan.

Al Jazeera juga melaporkan aparat keamanan menutup beberapa stasiun televisi, termasuk yang dioperasikan oleh kelompok Ikhwanul Muslimin.

Televisi itu, Al Jazeera Mubasher Msir, dilarang menayangkan unjuk rasa pro-Mursi di wilayah timur Kairo. Kru mereka juga ditahan.

Al Jazeera Mesir itu mulai beroperasi setelah revolusi yang menjatuhkan Presiden Husni Mubarak pada 2011. Televisi ini dituduh bersimpati pada Ikhwanul Muslimin yang mendukung Mursi.

Aparat menghentikan penyiar dalam sebuah tayangan langsung, sementara pembawa acara dan narasumber yang hadir langsung ditahan.

Televisi Egypt25 milik Ikhwanul Muslimin juga dipaksa berhenti tayang dan para manajernya ditahan, tak lama setelah Jenderal Abdul Fattah al-Sisi, panglima angkatan bersenjata Mesir, mengumumkan transisi baru politik, kantor berita MENA melaporkan.

Pihak berwenang juga menutup dua televisi yang dikelola kaum Islamis, yakni Al-Hafiz dan Al-Nas. Keduanya berafiliasi dengan gerakan Salafi di Mesir.

"Kami prihatin dengan laporan-laporan bahwa aparat berwenang menutup stasiun televisi berdasarkan pandangan politik," kata Sherif Mansour, dari Komisi Perlindungan Wartawan yang berbasis di New York.

"Kami mendesak militer untuk tidak menghalangi hak warga Mesir dalam mendapatkan informasi," kata dia.

Berbicara dengan Al Jazeera, juru bicara Front Penyelamatan Nasional Khaled Dawoud mendukung penutupan stasiun televisi. "Kondisinya memang tidak biasa," kata Dawoud.

"Saya setuju bahwa penutupan surat kabar ataupun stasiun televisi bukanlah langkah yang berguna... tetapi kami sedang mengalami saat-saat kritis sekarang ini, dan situasinya berbahaya," papar Dawoud.

"Saya berharap langkah tidak biasa ini hanya berlangsung selama beberapa hari. Namun jika Anda berada di situasi perubahan yang kritis seperti saat ini dan ada orang-orang yang berusaha memprovokasi, saya berpendapat tidak ada gunanya televisi-televisi itu beroperasi di tengah kondisi yang kritis ini," kata Dawoud seperti dikutip Al Jazeera.

Editor : Kistyarini

Tiada ulasan:

Catat Ulasan