Khamis, 20 Jun 2013

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


KPK Akan Membuat Nazaruddin Miskin

Posted: 20 Jun 2013 01:44 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi bertekad memiskinkan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus korupsi. KPK bakal menjerat Nazaruddin dengan tindak pidana pencucian uang untuk semua fee yang diperoleh dari dugaan korupsi sejumlah proyek pemerintah dengan menggunakan Grup Permai.

Saat ini, KPK baru menjadikan Nazaruddin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus pembelian saham Garuda Indonesia senilai Rp 300 miliar. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, KPK akan memiskinkan Nazaruddin dengan menjeratnya menggunakan pasal-pasal TPPU.

"Saya simpulkan kasus Nazaruddin ini sedang on-going process terkait dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU. Kalau basic faktanya sangat memungkinkan, TPPU ini sangat penting untuk memiskinkan semaksimal mungkin," kata Busyro, Rabu (19/6/2013).

Kemarin, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Indonesia Legal Roundtable, menemui pimpinan KPK. Mereka mempertanyakan kemajuan pengusutan kasus TPPU terhadap Nazaruddin. Selain itu, mereka juga mengingatkan KPK soal dugaan ancaman kriminalisasi sejumlah saksi kunci dalam perkara korupsi dan TPPU yang melibatkan Nazaruddin.

Febri Diansyah dari ICW menyatakan, dalam fakta persidangan Nazaruddin terungkap, Grup Permai yang dikendalikan Nazaruddin memiliki 35 anak perusahaan dengan kegiatan terkait proyek pemerintah. Indikasi nilai proyek yang terkait dengan Grup Permai mencapai Rp 6,037 triliun. Febri mengatakan, KPK ternyata belum menyelesaikan sejumlah kasus korupsi besar yang diduga melibatkan Nazaruddin.

Pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Nazaruddin menyatakan bahwa Grup Permai dibentuk untuk mengurus dan mengumpulkan fee proyek. Tanggung jawab KPK masih banyak untuk menuntaskan skandal besar ini.

Busyro mengatakan, KPK masih terus mengembangkan penyidikan atas TPPU yang disangkakan kepada Nazaruddin. Soal sisa kasus Nazaruddin yang belum dituntaskan, menurut dia, ini karena sebagian anggota satuan tugas KPK yang menangani kasusnya juga menangani kasus lain. "Menghimpunnya sangat susah secara teknis," katanya.

Dia mengungkapkan, meski ada sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Nazaruddin, tidak semuanya ditangani KPK. Menurut Busyro, ada penyelidikan beberapa perkara dugaan korupsi yang melibatkan Nazaruddin, tetapi oleh kepolisian dan kejaksaan status perkara tersebut telah dinaikkan ke penyidikan. (BIL)

 

Sumber : Kompas Cetak

Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Mendagri: Calon Penerima BLSM Sudah Disurvei

Posted: 19 Jun 2013 09:32 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebanyak 15,5 juta keluarga miskin yang akan menerima kompensasi kenaikan harga BBM sudah disurvei. Data para calon penerima bantuan itu disandingkan dengan data warga miskin KTP elektronik.

"Akan ada satu kartu khusus untuk bukti pendataan," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, di Jakarta, Rabu (19/6/2013). Kartu tersebut bisa digunakan untuk menerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), dana beasiswa untuk siswa miskin, beras untuk rakyat miskin, dan program keluarga harapan.

Semua kriteria warga miskin juga disinkronkan bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Pendidikan. Oleh karena itu, program kompensasi kenaikan harga BBM diharapkan benar-benar didukung oleh pemerintah daerah.

Gamawan kembali mengingatkan, kepala-kepala daerah adalah bagian dari sistem pemerintahan nasional. Karenanya, kendati berasal dari partai politik yang berbeda-beda, semestinya kepala daerah mendukung kebijakan pemerintah pusat. Selain itu, kata Gamawan, masyarakat yang rugi bila kepala daerah tidak menerima kebijakan ini.

Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo tetap menilai program BLSM sebagai politik uang secara legal. Sebab, selain dilakukan menjelang Pemilu 2014, data warga miskin tak jelas.

Pemerintah, ujar Arif, tak memiliki data warga miskin yang tunggal dan akurat. Setiap kementerian, sebut dia, mempunyai data sendiri-sendiri.

"Karenanya, wajar bila ada kepala daerah menolak kebijakan pemerintah pusat," ujar Arif. Sebab, kesalahan pada penerima BLSM bisa memicu konflik sosial.

"Kalau mau memberi BLSM, seharusnya berbasis data akurat," imbuh Arif. Menurut dia, bantuan itu pun semestinya diberikan kepada semua orang miskin tanpa kecuali, dan diberikan permanen tak hanya empat bulan.

Editor : Palupi Annisa Auliani

Tiada ulasan:

Catat Ulasan