Jumaat, 28 Jun 2013

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


KPK geledah rumah Tafsir Nurchamid

Posted: 28 Jun 2013 07:49 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kediaman Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum Universitas Indonesia (UI) periode 2007-2012, Tafsir Nurchamid (TN).

"Perlu disampaikan bahwa sejak pukul 14.00 WIB tadi siang, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah TN," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Tafsir adalah tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan dan instalasi teknologi informasi gedung Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia tahun anggaran 2010-2011.

Penggeledahan itu dilaksanakan di kediaman Tafsir yang berlokasi di Perumahan Bilimoon No 9, Pondok Kelapa, Kali Malang, Jakarta Timur.

"Ini merupakan rangkaian penggeledahan dari gedung Rektorat Pusat UI kemarin, termasuk ruang Warek II," jelas Johan.

Penggeledahan di gedung Rektorat Pusat UI yang dilakukan mulai dari lantai satu hingga lantai delapan gedung tersebut, ruang Warek II, serta PT Makara Mas, telah dilaksanakan pada Kamis (27/6).

PT Makara Mas adalah salah satu unit usaha komersial milik UI.

KPK telah menetapkan Tafsir Nurchamid yang diketahui menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum UI 2007-2012 dan dalam proyek ini ia memimpin sejumlah proyek di UI.

Tafsir sebelumnya Wakil Dekan Bidang Non-Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI (2003-2007), saat itu Dekan FISIP adalah Gumilar Rusliwa Somantri yang selanjutnya menjadi rektor UI (2007-2012).

Dalam kasus ini, KPK menduga Tafsir melanggar pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Ancaman pidana maksimal adalah 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Dugaan pelanggaran Tafsir adalah penggelembungan anggaran yang diduga mengakibatkan kerugian negara namun nilai kerugian negara masih dihitung KPK.

Kasus ini menurut Juru Bicara KPK Johan Budi masih akan dikembangkan sehingga tidak menutup kemungkinan akan adanya pihak-pihak lain yang terlibat.

"Jadi tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang terlibat, tentu dasar dari penyidik untuk menyimpulkan bahwa ada pihak lain yang terlibat," tambah Johan pada Kamis (13/6).

Hasil audit Pengelolaan Dana Masyarakat tahun anggaran 2009-2011 di Universitas Indonesia oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipublikasikan pada Januari 2012 menemukan potensi kerugian negara sekitar Rp45 miliar dalam dua proyek di Universitas Indonesia.

Yusril tegaskan calon pemimpin harus tegakkan hukum

Posted: 28 Jun 2013 07:04 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai calon pemimpin nasional ke depan harus mengutamakan penegakan supremasi hukum.

"Menurut saya, latar belakang calon pemimpin nasional, tidak menjadi persoalan apakah militer atau sipil, tapi yang paling utama adalah penegakan supremasi hukum," kata Yusril Ihza Mahendra, melalui surat elektronik (email), di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, tokoh militer aktif saja tanpa adanya hukum, maka tidak bisa berbuat apa-apa.

Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini pun menyatakan, ketika negara Indonesia beberapa kali menghadapi kasus pelanggaran HAM berat dan kasus bom Bali pada 2002.

"Pada saat itu, militer belum bisa langsung bergerak. Setelah ada dasar hukum, baru militer dapat bertindak. Karena, tanpa dasar hukum tindakan militer adalah kesewenang-wenangan," katanya.

Yusril menambahkan, Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yang terus digemakan kepada seluruh prajuit militer, merupakan penegasan kesetiaan militer kepada Undang-Undang Dasar.

Tindakan parjurit militer yang berada di luar hukum, menurut dia, tetap harus diadili.

"Ini menunjukkan bahwa hukum di atas segala-galanya," katanya.

Pakar Hukum Tata Negara ini menjelaskan, kerusakan sebuah negara berawal dari ketidakpatuhan penyelenggara negara dan rakyatnya terhadap hukum.

Menurut dia, negara harus menciptakan hukum yang adil dan rasional serta menegakkannya dengan konsisten terhadap siapapun.

"Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini bukanlah masalah pemimpin yang berlatar belakang militer atau sipil, tapi pemimpin yang mau menegakkan hukum dengan adil," katanya.

Yusril menegaskan, dengan hukum yang adil dan ditegakkan secara konsiten, maka negara akan tertib, kuat dan maju.
(R024/T007)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan