Sabtu, 21 Julai 2012

Sindikasi news.okezone.com

Sindikasi news.okezone.com


Ayin Bantah ke Singapura untuk Hindari Panggilan KPK

Posted: 20 Jul 2012 11:00 PM PDT

JAKARTA- Terpidana penyuap jaksa, Arthalyta Suryani, membantah pergi ke Singapura untuk menghindari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan penerbitan surat Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit oleh Bupati Buol, Amran Batalipu, kepada PT Hardaya Inti Plantations.

Pengacara Ayin, sapaan Arthalyta Suryani, Teuku Nasrullah, mengatakan kliennya sudah berada di Singapura sejak 22 Juni lalu untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit. "Sedangkan Ayin dipanggil untuk diperiksa Senin kemarin," kata Nasrullah saat dihubungi Okezone, Sabtu (21/7/2012).

Menurut Nasrullah, Ayin sudah mengetahui akan diperiksa KPK tiga hari sebelum jadwal pemeriksaan. Namun, kata dia, Ayin tidak bisa memenuhi panggilan tersebut karena dirinya menyusul sakit. "Pada waktu itu kan hari Sabtu. Dokter di sana libur dan tidak bisa dengan mudah dihubungi," kata Nasrullah.

Nasrullah mengatakan kesehatan Ayin terganggu di hari pertama menjenguk ibunya di Singapura. Kepada dokter, Ayin mengeluhkan sakit nyeri di leher. "Pada 29 Juni keluar hasil rongent ada syaraf leher Ayin yang terjepit. Kalau dibiarkan bisa membuat stroke," kata Nasrullah.

Ayin lalu dirujuk untuk dirawat secara intens di Rumah Sakit Mount Elizabeth meski tidak sampai menginap. "Ayin cukup dirawat jalan. Tapi harus tetap berobat di sana sampai tuntas," tambah Nasrullah.

Rencananya, Ayin akan diperiksa sebagai saksi Amran. Ayin diduga mengetahui suap Rp3 miliar dari PT Hardaya. Ayin diketahui sudah berada di Singapura setelah tidak menghadiri jadwal pemeriksaan KPK.

Nasrullah mempersilakan apabila ternyata penyidik KPK berencana memeriksa Ayin di Singapura. "Kalau itu menjadi teknik penyidikan silakan saja. Tapi, saran saya tuntaskan dulu pemeriksaan terhadap orang-orang yang terlibat. Ayin kan cuma saksi," tutur Nasrullah.

Dugaan suap terhadap Bupati Buol Amran Batalipu terjadi setelah KPK berhasil menangkap tangan Manajer PT Hardaya Yani Anshori, yang hendak menyuapnya pada 26 Juni 2012. Namun, pada saat itu, Amran berhasil lolos dari penggerebakan KPK karena dihalang-halangi ratusan pendukungnya.

Amran baru bisa ditangkap KPK, Jumat dini hari, 6 Juli 2012. Sehari setelah operasi tangkap tangan suap Bupati Buol, KPK lalu menangkap Gondo Sujono, Sukirno, dan Dedi Kurniawan di di Bandara Soekarno-Hatta. Dua nama terakhir belakangan dilepas karena dianggap belum ada keterlibatan mereka di suap tersebut.

Dalam kasus suap Bupati Buol, Ayin diduga pernah menyuap Amran untuk izin lahan sawit PT Sonokeling Buana, di Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol. Namun, kata Nasrullah, Ayin tidak punya jabatan apapun ataupun andil saham sepeser pun di sana. "Itu adalah perusahaan milik anaknya, Rommy. Rommylah yang bertanggung jawab secara hukum," katanya.

Menurutnya, dalam kasus suap Bupati Buol, seharusnya yang dipanggil adalah putra Ayin, Rommy. Sebab, putra Ayin itulah yang memiliki keterkaitan langsung dengan perusahaan PT Sokokeling. "Bukan malah Ayin yang diperiksa," terang Nasrullah.

Sejumlah pihak saat ini sedang ditelusuri keterlibatan mereka dalam suap Bupati Buol. KPK saat ini juga telah mencegah Hartati Murdaya untuk bepergian ke luar negeri. Selain itu KPK juga mencegah petinggi-petinggi PT Hardaya, Benhard, Seri Sirithord, Arim, Totok Lestiyo, dan Soekrino. Seorang karyawan PT Cipta Kirana Wijaya.
(sus)

Menlu: Djoko Tjandra Harus Kembali ke Tanah Air

Posted: 20 Jul 2012 10:36 PM PDT

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dengan tegas mengatakan siap membantu upaya pemulangan terdakwa buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Djoko Tjandra.
 
"Kami sudah berbicara dengan Kejaksaan Agung, bahwa siapapun warga Indonesia yang memang diharuskan kembali berdasarkan keputusan hukum, tentu kita akan fasilitasi, kita perjuangkan," ujar Marty kepada wartawan di Kantor Kementerian Luar Negeri, Sabtu(21/7/2012).
 
Pemulangan Djoko Tjandra, mantan terdakwa kasus Cessie Bank Bali (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia III) senilai Rp 546 miliar, melalui cara ekstradisi juga tenagh dikomunikasikan dengan pihak di Papua Nugini.
 
"Entah melalui ekstradisi atau cara apapun, siapapun, apapun, yang sedang ada kasus bergulir, mesin diplomasi akan kerjasama dengan lembaga lainnya dengan menghormati azas praduga tak bersalah agar kembali ke Tanah Air," tegasnya.
 
Kepastian bahwa Djoko Tjandra telah memperoleh kewarganegaraan Papua Nugini disampaikan Wakil Jaksa Agung Darmono. Darmono mengaku menerima informasi ini dari Duta Besar Papua Nugini untuk Indonesia Peter Ilau. Darmono mengatakan, Kejagung akan mengupayakan pemulangan Djoko Tjandra. Dikatakan pula, Papua Nugini siap memfasilitasi pemulangan tersebut.

(lam)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan