Selasa, 19 Jun 2012

Republika Online

Republika Online


Tubektomi, Apa Saja Risikonya?

Posted: 19 Jun 2012 09:03 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, Tubektomi adalah salah satu metode KB yang sifatnya permanen.  Tubektomi dilakukan dengan menyumbat/mengikat/memotong (tergantung  teknik operasi yang dipilih) saluran telur.

Menurut dr Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dan guru besar FKUI, boleh tidaknya seorang perempuan menjalani prosedur ini sangat tergantung dari kondisi kesehatan yang bersangkutan.  Jika ada infeksi di rongga panggul atau sedang hamil, tidak dibenarkan melakukan prosedur tubektomi. 

Tubektomi dilakukan dengan cara operasi yang memerlukan pembiusan.  Jika melihat situasi di mana tubektomi tidak dilakukan bersamaan dengan proses melahirkan, maka prosedur yang paling populer saat ini adalah dengan laparaskopi.
Laparaskopi dilakukan dengan sedikit menyayat bagian perut, kemudian memasukkan semacam selang kecil untuk meneropong.  Setelah saluran telur ditemukan, lalu diikat. 

Teknik ini membutuhkan pembiusan umum/total, sehingga sebelumnya perlu diperiksa apakah kondisi kesehatan ibu --terutama sistem pernapasan, jantung, dan pembuluh darah-- aman untuk dilakukan pembiusan umum.

Kelebihan metode KB ini adalah angka keberhasilannya dalam mencegah kehamilan paling baik dibandingkan metode KB lainnya, angka keberhasilannya mencapai 99 persen.  Metode ini juga aman untuk orang yang berisiko bila memakai metode KB
yang bersifat hormonal seperti pil, suntik, atau susuk.  ''Sifatnya permanen sehingga sangat praktis untuk selanjutnya,'' papar Zubairi. 

Sebenarnya, setelah tubektomi juga dapat dilakukan penyambungan kembali saluran telur dengan teknik operasi khusus menggunakan mikroskop.

Kelemahannya adalah karena prosedurnya memerlukan operasi dan pembiusan sehingga terdapat risiko baik dari pembiusan maupun tindakan pembedahannya.   

Perdarahan dan infeksi adalah risiko operasi yang bisa juga terjadi pada prosedur operasi lainnya secara umum.  Risiko dari pembiusan adalah alergi terhadap obat bius dan gangguan napas.  Sementara risiko dari tindakan pembedahannya adalah perdarahan, infeksi, cedera organ-organ dalam yang berdekatan dengan tempat operasi,  dan gangguan irama jantung (karena CO2 pada tindakan laparaskopi).  Tapi, risiko ini kecil kemungkinannya terjadi.

Risiko lain adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya kehamilan di luar kandungan. Untuk itu, maka biasanya  Ibu akan dilarang melakukan hubungan seksual sekitar empat hari sebelum prosedur dilakukan. Walau angka keberhasilannya tinggi, kegagalan bisa terjadi.  Pada tahun pertama pasca tubektomi, angka kegagalannya adalah 0,1-0,8 persen dan sekitar sepertiga dari kehamilan yang terjadi adalah kehamilan di luar kandungan.  Kegagalan ini umumnya terjadi pada wanita di bawah 35 tahun.

Agar Anak Lebih Pede, Begini Kiatnya

Posted: 19 Jun 2012 08:04 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, Percaya diri, menurut psikolog Elly Risman, adalah merasa nyaman tentang diri sendiri dan penilaian orang lain terhadap diri sendiri. Konsekuensinya, saat seseorang menyebut istilah 'tidak pede' adalah bila ia tak merasa nyaman tentang diri sendiri.

Orang yang tidak percaya diri merasa terus-menerus 'jatuh, takut untuk 'mencoba'. Mereka merasa ada yang salah dengan dirinya; merasa tak diperhitungkan orang. Ada perasaan khawatir mereka menghadapi dunia karena mereka melihatnya sebagai tempat yang bermusuhan. Orang-orang seperti ini memiliki sedikit kegembiraan dan sedikit kesempatan mengembangkan citra diri positif dan berfikir positif tentang diri sendiri.

Kepercayaan pada diri sendiri tidak bisa tumbuh dalam satu hari dengan menerapkan cara berpikir positif. Ia terbentuk sejak bayi. Lingkungan banyak punya andil membentuknya. Elly Risman yang dikenal juga sebagai pakar parenting mengibaratkan jiwa manusia sebagai kendi tabungan. Orang tua, kakek, nenek, teman, guru, tetangga, adalah orang-orang di sekitar anak yang mengisi atau bahkan menguras, kendi itu.

''Kalau ayah, ibu, kakek, nenek, teman, guru, tetangga memberikan penghargaan, kasih sayang, perhatian, dorongan, dan semua yang positif, kendi itu jadi kencang, indah, dan bersinar,'' kata Elly dalam seminar partisipatif 'Ingin Anak Anda PeDe?'.

Sebaliknya, bila yang dilempar hanya kritikan, perbandingan dengan orang lain, cacian, label, kurang perhatian, dan semua yang negatif, kendi itu akan 'kempot'. ''Ibarat tabungan yang terus didebit, jiwa itu mengerut.''

Sebagai introspeksi, Elly mengajak para orang tua untuk menengok pada anaknya sendiri: termasuk 'kendi' yang manakah mereka?

Lebih lanjut, perempuan kelahiran Blang Pidie Soesoh, Aceh Selatan ini mengingatkan, dalam proses tumbuh dari bayi, balita, awal sekolah, praremaja, hingga remaja menghadapi berbagai tantangan. Namun, seringkali orang tua menghindarkan mereka dari tantangan itu.

Ia menyebut contoh kecil yang sering terjadi pada anak sudah berumur 7-8 tahun. Anak seumur itu mulai mandiri, lingkup perhatiannya sudah meluas dan punya pilihan sendiri. ''Tapi, si ibu masih saja tetap menyiapkan pakaian untuknya,'' kata alumnus Fakultas Psikologi UI ini.

Akibat anak sering dihindarkan dari tantangan, jelas Elly, respek dirinya pun turun. Pada akhirnya, kepercayaan diri rusak.

Dalam waktu sekian lama, pada diri anak pun tumbuh perasaan-perasaan seperti tidak mampu melakukan sesuatu, selalu perlu diarahkan, suka membela diri. ''Orang-orang yang harga dirinya rendah seperti ini mudah dieksploitasi,'' tambahnya.

Langkah awal membuat anak percaya diri, menurut Elly Risman, adalah respek. Ia mengingatkan pada hadis Rasulullah Muhammad saw, 'Hormatilah anakmu, hargailah anakmu.' Sebagai wujud konkret, pakar dari Yayasan Kita dan Buah Hati ini, bahasa respek adalah bahasa baik dan bicara secara baik-baik. Ini harus dirasakan anak dan ditunjukkan dengan perbuatan. ''Dengan begitu, anak merasa dihargai dan tumbuh pede-nya.''

Langkah selanjutnya adalah memberi anak kesempatan terus-menerus untuk menguji kemampuan dan belajar dari keberhasilan dan kegagalannya. Ini menjadi landasan yang kuat bagi harga diri yang diperlukan pada kehidupan usia dewasa.

Yang pasti, tidak mungkin ada anak gagal terus-menerus. Pada anak terbelakang sekalipun. Bila anak dilepaskan untuk terus mencoba, pasti ada peningkatan. ''Yang dibutuhkan mereka adalah dorongan yang tulus,'' jelas ibu tiga anak ini,''Peningkatan sekecil apapun harus dihargai.''

Elly mencontohkan pada anak-anak yang belajar berjalan. ''Biasanya dua langkah langsung jatuh. Begitu bisa tiga langkah, berilah pujian 'Nah, sudah bisa tiga langkah','' kata psikolog yang mengambil berbagai kursus parenting di Amerika Serikat.

Masalahnya, Elly melihat orang tua kerap meletakkan ekspektasi terlalu tinggi pada anak. Akibatnya, anak pun dihujani kritikan. Orang tua juga cenderung suka memperbandingkan anaknya dengan anak lain. Padahal ekspektasi itu seharusnya disesuaikan kemampuan anak itu sendiri.

Begitu berhasil mengatasi tantangan-tantangannya, perasaan positif terhadap diri sendiri pun tumbuh. Diganjar penghargaan atas prestasinya, anak pun yakin akan kemampuan dirinya. Keyakinan ini memicu konsep diri positif, harga dirinya pun tumbuh positif, dan anak pun jadi percaya diri.

Proses penumbuhan kepercayaan diri tak melulu pada diri anak. Untuk membuat anak-anak percaya diri, menurut Elly, orang tua harus percaya diri dulu. Orang tua harus menjadi role model yang sehat bagi anak-anaknya.

Elly menyarankan orang tua untuk menunjukan betapa mereka respek terhadap diri sendiri. Caranya bisa dengan menghargai usaha dan keberhasilan yang dicapai. ''Misalnya, Alhamdulillah, kelar juga baju ini seperti yang Mama inginkan atau Ya, Mama gagal lagi, tapi Mama sudah berupaya lho,'' katanya. Yang tak kalah pentingnya orang tua harus bisa menghargai dan menerima dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya. ''Menerima kelebihan dan kekurangan diri itu wujud percaya diri,'' tambah Elly Risman.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan