Rabu, 27 Jun 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


KPK Kembali Tangkap Tiga Orang Terkait Buol

Posted: 27 Jun 2012 09:36 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (27/6/2012), kembali menangkap tiga orang yang diduga masih terkait dugaan penyuapan di Buol, Sulawesi Tengah. Ketiga orang itu berinisial G, D, dan S.

Kami mohon, ada beberapa bagian dari proses yang sedang kami lakukan dan belum bisa diberitahukan kepada media agar operasi pascatangkap tangan di Buol ini bisa sukses.

-- Bambang Widjojanto

Ketiganya ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, (27/6/2012), setelah penyidik KPK menangkap seorang lainnya bernisial A di Buol, Selasa (26/6/2012).

"Hari ini kami berhasil menangkap satu orang dan mengamankan dua orang lainnya, serta yang dalam perjalanan, yang dinyatakan sebagai tersangka, mister A," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, di Jakarta, Rabu malam.

Adapun A dan G langsung ditetapkan KPK sebagai tersangka, sedangkan D dan S masih ditelusuri keterlibatannya. Hingga kini, G, D, dan S menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, sedangkan A masih dalam perjalanan dari Sulawesi ke Jakarta.

Menurut Bambang, baik A,G, D, dan S bukanlah penyelenggara negara. Informasi dari KPK menyebutkan, A adalah Anshori, General Manager sebuah perusahaan minyak kelapa sawit sedangkan G adalah Gondo Sudjojo, direktur operasional perusahaan milik tersebut.

KPK menduga keempat orang tersebut menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu, terkait penerbitan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. Bambang mengatakan, KPK masih menelusuri jejak pihak lain yang diduga terlibat.

"Kami mohon, ada beberapa bagian dari proses yang sedang kami lakukan dan belum bisa diberitahukan kepada media agar operasi pascatangkap tangan di Buol ini bisa sukses," ujarnya.

Empat Syarat Berita Boleh Terbit Sebelum Konfirmasi

Posted: 27 Jun 2012 09:04 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Menanggapi hasil riset Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) tentang ketidakberimbangan media dalam memberitakan Pilkada DKI Jakarta 2012, Agus Sudibyo, anggota Dewan Pers, mengatakan ada empat syarat suatu berita boleh terbit meskipun belum ada konfirmasi.

Hal itu disampaikannya saat konferensi pers hasil riset AJI, "Independensi Media dalam Peliputan Pemilukada DKI Jakarta 2012", di Jakarta Selatan, Rabu (27/6/2012).

Agus merinci, jika berita itu menyangkut kepentingan publik dan bersifat mendesak, urgen, dan penting, berita boleh terbit meskipun belum ada konfirmasi dari pihak lain. Misalnya, bencana alam dan kejahatan.

"Kalau berita kejahatan tidak segera diberitakan, takut tersangkanya keburu kabur, berita boleh langsung terbit," ucap Agus memberi contoh.

Kedua, lanjut Agus, sebuah berita boleh terbit sebelum ada konfirmasi bila sumber yang dikutip kredibel. "Jangan capek-capek beritanya menuduh sesuatu, sementara sumber yang dikutip nggak jelas," terang Agus.

Selanjutnya, ada upaya media melakukan konfirmasi yang ditulis dalam berita online. Keempat, kata Agus, harus ada kejujuran kepada pembaca untuk mengatakan bahwa berita ini belum lengkap. "Tulis saja di badan berita, berita ini membutuhkan konfirmasi lebih lanjut," ujar Agus.

Agus juga mengatakan, ketidakberimbangan berita di suatu media, harus dilihat secara keseluruhan. "Kalau kandidat pasang iklan, tinggal yang kita lihat, apakah satu media didominasi oleh satu kandidat atau masih memberikan ruang terhadap kandidat lain," terang Agus.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, AJI Jakarta bersama Yayasan Tifa mengadakan riset yang berjudul "Independensi Media dalam Peliputan Pemilukada DKI Jakarta 2012". Riset ini dilakukan selama 1-15 Juni 2012 dengan melibatkan 15 media, baik cetak, online, dan televisi. Tujuan dilakukan riset ini untuk melihat sejauh mana keberimbangan media dalam memberitakan Pilkada DKI Jakarta.

Dari hasil tersebut, ada lebih banyak berita yang tidak berimbang (34,8 persen) dibandingkan dengan yang berimbang (23,7 persen). Keberimbangan berita dinilai pada saat berita itu kontroversi atau tidak.

Ignatius Haryanto, anggota tim peneliti AJI, mengatakan, ketika ada pihak yang dijelek-jelekkan namanya dan tidak diberi ruang untuk mengklarifikasi, maka berita itu tidak berimbang. Di dalam pemberitaan, cover booth side (pemberitaan dari dua sisi) masih penting dilakukan.

"Lihat Prefibilitasnya. Harusnya di ruang publik, pemberitaan media tetap berpihak pada ruang publik yang lebih proporsional," terang Agus Sudibyo.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan