Jumaat, 30 Mac 2012

Sindikasi international.okezone.com

Sindikasi international.okezone.com


Australia Bantah Pulau Cocos Jadi Basis Militer AS

Posted: 30 Mar 2012 05:25 AM PDT

CANBERRA - Pulau Cocos di Australia menjadi perdebatan dalam beberapa hari terakhir. Letak pulau yang strategis kabarnya menarik perhatian Amerika Serikat (AS) untuk membangun pangkalan militer.


Tetapi Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr menepis anggapan tersebut. Memang tersirat kabar bahwa AS bermaksud untuk menggunakan pulau itu untuk mengoperasikan pesawat tanpa awak.


"Dapat saya katakan pagi ini, Menteri Luar Negeri Indonesia menelpon saya untuk mencari informasi mengenai masalah ini (Pulau Cocos) dan dapat saya katakan kepadanya, bahwa proposal mengenai Pulau Cocos, lebih bersifat prospek jangka panjang. Hal ini belum dibicarakan dalam tingkat menteri di Australia," ujar Menlu Carr Saat ditanya dalam wawancara bersama wartawan Radio Australia, seperti yang dikirim kepada okezone, Jumat (30/3/2012).


"Memang Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt Campbell berkunjung pekan lalu. Tetapi masalah ini tidak dibahas sama sekali, Wamenlu Campbell bahkan tidak berencana untuk membicarakannya," imbuh Carr.


Carr pun menambahkan, sebelumnya Menteri Pertahanan Stephen Smith memang menyebutkan bahwa Pulau Cocos dapat dilihat sebagai aset strategis bagi Australia. Namun Carr kembali menegaskan belum ada pembicaraan tentang langkah apa yang akan diambil oleh Australia.


"Kami tentunya akan berhubungan dengan partner regional kami, seperti Indonesia sebagai rekan untuk meminta pendapat mengembangkan (potensi) ini," tuturnya.


"Tetapi hingga saat ini memang masih dipenuhi spekulasi dan masih tidak ada keputusan dari Australia ataupun permintaan dari Amerika Serikat, mengenai pemanfaatan dari Pulau Cocos," tegasnya.


Carr pun menjelaskan bahwa, Menlu Marty Natalegawa menelponnya hanya untuk meminta informasi mengenai masalah ini. Dan dirinya pun memastikan kepada Marty, bahwa tidak ada proposal atau permintaan dari AS. Menurutnya, amat beralasan bila Indonesia mencari informasi mengenai masalah ini.


The Washington Post menyatakan Amerika Serikat tertarik menggunakan Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai dalam melakukan pengawasan di Kepulauan Spratly yang diperebutkan sejumlah negara. 


Hal ini bisa menjadi ancaman bagi Indonesia, karena AS memiliki keuntungan hukum jika suatu saat mereka melintasi wilayah Indonesia, karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS). Bisa jadi AS dapat menembus wilayah abu-abu Indonesia seperti kepulauan Natuna, yang berdekatan dengan lokasi Kepulauan Spratly. 

(faj)

RI Pegang Peran Kunci Pendanaan Program Pembangunan PBB

Posted: 30 Mar 2012 04:01 AM PDT

NEW YORK - Sebagai Wakil Presiden ECOSOC yang akan memimpin Operational Activities Segment pada Sidang High Level Segment ECOSOC bulan Juli 2012, Indonesia memegang peran kunci dalam negosiasi pengkajian kebijakan komprehensif.


Negosiasi Quadrennial Comprehensive Policy Review (QCPR) itu rencananya akan dimulai pada Sidang Majelis Umum PBB ke-67 bulan Oktober 2012 mendatang. 


"Peranan Indonesia dalam proses QCPR menjadi semakin penting, mengingat Indonesia juga adalah Wakil Presiden Badan Eksekutif UNDP, UNFPA dan UNOPS, yang merupakan badan pendanaan dan program PBB terbesar," lanjut Wakil Tetap RI untuk PBB Dubes Desra Percaya dalam keterangan pers yang diterima okezone dari Kementerian Luar Negeri, Jumat (30/3/2012).


Hal tersebut disampaikan Duta Besar Desra Percaya, ketika membuka Seminar tentang "Funding of UN Operational Activities for Development: What is Meant by "Critical Mass" of Core Resource?" yang diselenggarakan Indonesia bersama Presiden Majelis Umum PBB, United Nations Department of Economic and Social Affairs (UN-DESA) dan Friedrich-Ebert-Stiftung, pada hari Kamis (29/03/2012) di New York.


QCPR merupakan mekanisme bagi negara-negara anggota PBB untuk  menilai efekftivitas, efisiensi, koherensi dan dampak kegiatan-kegiatan operasional PBB bagi pembangunan empat tahun mendatang (2013-2016). 


QCPR juga diharapkan dapat mengarahkan "system-wide policy" bagi kerjasama pembangunan dan modalitas tingkat nasional dari sistem PBB dalam menghadapi lingkungan kerjasama pembangunan internasional yang terus berubah. 


Seminar yang diadakan untuk persiapan  proses QCPR 2012 dalam menyusun laporan analisis komprehensif dari implementasi resolusi Majelis Umum PBB no. 62/208 tentang "Triennial Comprehensive Policy Review (TCPR) ini dihadiri oleh Presiden Majelis Umum PBB, Dubes Nassir Abdulaziz Al-Nasser, Direktur Eksekutif UN Women, Michelle Bachelet, Associate Adminstrator UNDP, Rebeca Grynspan, serta para Duta Besar atau wakil negara-negara anggota PBB dan badan-badan PBB seperti UN-DESA, UNDG, UNDP, UN Women dan UNICEF. 


Pada kesempatan tersebut Presiden Majelis Umum PBB menekankan bahwa sejalan dengan mandat resolusi MU PBB no. 64/289 tentang System-Wide Coherence, sudah saatnya program dan pendanaan PBB memulai dialog mengenai critical mass, guna mencari sumber-sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. 


Sementara Michelle Bachelet dan Rebeca Grynspan yang mewakili badan program dan pendanaan PBB menyatakan, pendanaan merupakan isu sentral dalam proses QCPR. Melalui proses ini badan-badan pembangunan PBB memperoleh pendanaan pembangunan yang bersifat pasti dan berkelanjutan. 


"Melalui kegiatan Seminar ini diharapkan negara-negara anggota PBB dapat lebih mempersiapkan diri  dalam menghadapi negosiasi resolusi QCPR, serta memperoleh temuan dan rekomendasi terkait analisis tentang country programme document, UN Resident Coordinators, funding, result-based strategic planning and management, gender equality and empowerment of women dan dukungan bagi negara-negara yang sedang dalam transisi dari relief to development," tutup Desra Percaya.

(faj)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan