Jumaat, 24 Februari 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Dana Kampanye Parpol Harus Transparan

Posted: 24 Feb 2012 11:29 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Korupsi politik kini menjadi momok yang menghantui partai politik. Salah satunya adalah aliran dana ilegal untuk kampanye parpol.

Namun, menurut Abdul Azis, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), tak mudah bagi pihaknya maupun Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk menelusuri dari mana saja sumber dana ilegal untuk kampanye. Pasalnya, kata dia, dalam Undang-Undang Partai Politik tak diatur transparansi dana partai secara keseluruhan baik dari luar maupun dari anggota parpol.

Hanya ada aturan batasan penerimaan dana dari luar untuk partai, yang bisa saja dibuat dalam bentuk laporan fiktif dan diberikan pada KPU. Hal ini mengakibatkan ada tindak pidana pencucian uang.

"Kalau kita mau jujur, harusnya transparansi mencakup seluruh pengeluaran yang digunakan partai untuk kampanye. Termasuk dari orang-perorang partai. Jadi anggota partai enggak bisa sembarangan. Kalau anggotanya sumbang juga, kita tidak tahu dari mana uangnya berasalkan. Itu susah ditelusuri," ujar Abdul di Jakarta, Jumat (24/2/2012).

Modus yang digunakan partai selama ini kata dia, hanya dengan melaporkan dana awal partai untuk kampanye. Namun, laporan itu tidak berubah setelah kampanye selesai dilaksanakan. "Kadang mereka lapor dana, contohnya dana awal 100 juta untuk kampanye, tapi kalau kita lihat di luar dana yang digunakan terlihat lebih dari itu, untuk baliho dan segala macam. Itu semua kan butuh dana, tidak mungkin dana kecil. Tapi begitu melihat laporan, ternyata jumlahnya masih sama waktu awal. Lalu dari mana uang untuk baliho dan lain-lain," ungkapnya.

Selain susah dalam penelusuran, kata dia, tak ada sanksi dari undang-undang bagi partai yang terlibat permainan dana ilegal di partai. Jika ada landasan hukum baru, kata dia, Panwaslu dapat diberi kewenangan untuk memeriksa dana kampanye partai dan memberikan sanksi jika ada pelanggaran.

"Mereka bisa mendaftarkan tim yang resmi yang mengurus pendanaan, tapi di luar sana ada juga yang bisa membuat tim khusus untuk mencari dana dengan cara lain. Cuma itu, enggak bisa juga dilakukan penindakan oleh Panwaslu karena tak ada landasan hukumnya untuk menjerat," jelas Abdul.

Ia meminta, ke depan jika DPR RI membahas revisi undang-undang tentang Pemilu maupun undang-undang parpol, dapat disisipi aturan mengenai transparansi partai politik secara keseluruhan, tanya mengenai penerimaan dana dari luar.

"Bisa diusul jika ada revisi undang-undang. Tapi dana kampanye dan dana parpol harusnya diatur dalam undang-undang sendiri. Kita mendambakan satu situasi di mana, partai umumkan pada publik, kami gunakan uang segini dan kami gunakan untuk ini. Regulasi dana parpol, jangan hanya pemanis,"pungkasnya.

Mandeg, Regenerasi Kepemimpinan Nasional

Posted: 24 Feb 2012 09:05 AM PST

Mandeg, Regenerasi Kepemimpinan Nasional

Ilham Khoiri | Agus Mulyadi | Jumat, 24 Februari 2012 | 23:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Munculnya nama-nama lama sebagai calon presiden untuk Pemilu 2014, menunjukkan, regenerasi elite kepemimpinan nasional selama ini mandeg alias tak berjalan dengan baik.

"Bangsa ini gagal melakukan regenerasi elite pemimpin nasional setelah Reformasi 1998," kata sejarawan JJ Rizal, di Jakarta, Jumat (24/2/2012).

Komentar itu didasarkan pada beberapa survei belakangan ini yang menunjukkan, calon-calon yang muncul untuk Pemilu Presien 2014 ternyata masih didominasi para tokoh lama. Mereka umumnya adalah para pemimpin partai politik, yang sebagian malah sudah pernah bertarung pada pemilu presiden tahun 2004 dan 2009.

JJ Rizal, yang juga menjadi Direktur Komunitas Bambu, menilai, regenerasi mandek akibat dicengkeram rezim Ode Baru selama lebih dari 32 tahun. Sebagian elite yang berkuasa sekarang adalah lapisan kedua dari elite rezim Orde Baru. Saat ini mereka menerima kekuasan dan berusaha mempertahankannya.

"Rotasi yang beredar masih berkisar pada orang-orang yang menjadi lingkaran kekuasaan tingkat kedua pada masa Orde Baru," kata Rizal.

Kemandegan ini bisa mendorong terjadinya involusi politik, yaitu politik bangsa ini bergerak secara prosedural, tapi tidak menghasilkan perubahan penting. Kita gagal mendorong reformasi politik yang bercita-cita merotasi sistem kekuasaan lama yang sudah dianggap tak mampu menampung aspirasi baru.

"Akibatnya, presiden boleh berganti-ganti lewat pemilu ke pemilu, tetapi bangsa ini masih jalan di tempat," ujarnya.

Untuk mengatasi hal itu, masyarakat perlu bersama-sama mendorong munculnya pemimpin alternatif. Jika memungkinkan, perlu didorong munculnya calon dari jalur independen, meski harus dengan mengubah konstitusi.

Partai politik diharapkan lebih terbuka untuk mencalonkan tokoh-tokoh di luar partai yang menjanjikan harapan perubahan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan