Khamis, 29 Disember 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Pemerintah Tak Serius Perhatikan Kebebasan Beragama

Posted: 29 Dec 2011 09:02 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga sosial dan keagamaan The Wahid Institute menilai pemerintah tidak serius memperhatikan isu kebebasan beragama pada 2011. Peneliti The Wahid Institute, Rumadi, mengatakan, kebebasan beragama sepanjang 2011, berbagai kasus dan pelanggaran terkait kebebasan beragama hanya dijadikan isu sampingan oleh pemerintah.

Pemerintah kita ini telah kehilangan leadership dan komitmen politik dan hukum dalam masalah kebebasan beragama.

-- Rumadi

"Meskipun sejumlah lembaga, seperti Wahid Institute dan Setara Institute, membuat laporan dan hampir semuanya menyebutkan laporan kekerasan atau pelanggaran kebebasan beragama itu naik, itu dianggap sebagai angin lalu saja, karena tidak ada upaya dari pemerintah untuk menghentikan persoalan itu," ujar Rumadi saat jumpa pers di kantor Wahid Institute, Jakarta, Kamis (29/12/2011).

Wahid Institute mencatat, pada tahun 2011 ini pelanggaran kebebasan beragama di beberapa daerah meningkat dari 64 kasus pada 2010 menjadi 92 kasus (18 persen). Peningkatan pelanggaran itu dinilai sebagai bukti bahwa paradigma pemerintah tentang pengaturan agama dan keyakinan masih bias dan selalu menguntungkan mayoritas.

Menurut Rumadi, faktor lainnya yang mengakibatkan banyaknya terjadi pelanggaran kebebasan beragama karena banyak pejabat pemerintah yang menilai kebebasan beragama bukan isu populer. Dari riset Wahid Institute, paparnya, langkah-langkah sejumlah pejabat untuk membuat sejumlah regulasi kebebasan beragama hanya dijadikan sebagai kamuflase politik.

"Dan tidak lain itu dilakukan untuk menaikkan popularitas semata. Dan bukan tidak mungkin kalau regulasi itu justru malah dijadikan ajang koruptif dari beberapa pejabat itu, malah bahkan ada justru yang merugikan kelompok minoritas," katanya.

Selain itu, Rudiman menambahkan, jika melihat sistem negara Demokratis, seharusnya pemerintah dapat memberikan toleransi besar terhadap kebebasan beragama. Ia menilai, jaminan penegakan hukum dan pemberian perlindungan yang terkandung dalam asas demokrasi negara ini harus juga diberlakukan kepada kelompok minoritas.

"Dan pelanggaran kebebasan ini juga sangat terpengaruh dengan faktor leadership. Pemerintah kita ini telah kehilangan leadership dan komitmen politik dan hukum dalam masalah kebebasan beragama. Belum terlihat upaya yang nyata, sejauh mana perlindungan negara untuk menjamin pluralitas di negeri ini," tegasnya.

Full content generated by Get Full RSS.

Polisi Didesak Bebaskan Pendemo di Sape

Posted: 29 Dec 2011 09:02 AM PST

Polisi Didesak Bebaskan Pendemo di Sape

Sandro Gatra | I Made Asdhiana | Kamis, 29 Desember 2011 | 20:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian didesak membebaskan para pendemo di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, yang ditahan. Para tersangka yang ditahan itu dianggap hanya ingin memperjuangkan haknya.

Kami setuju harus segera dilakukan pembebasan. Saya akan coba telepon Kapolri dan Kabareskrim.

-- Trimedya Panjaitan

Desakan itu disampaikan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan para perwakilan warga Bima ketika mengadu ke Fraksi PDI-P di Kompleks DPR, Kamis (29/12/2011). Desakan yang sama dilontarkan secara terpisah oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.

Delian Lubis, salah satu warga Bima, mengatakan, 49 orang ditetapkan tersangka dan ditahan oleh kepolisian. Adapun kepolisian menyebut hanya 38 tersangka yang ditahan. Penahanan 9 orang telah ditangguhkan lantaran perempuan dan anak-anak.

Menurut Delian, tidak ada surat penahanan dari kepolisian yang diberikan kepada keluarga.

Ketua DPP PDI-P Bidang Hukum Trimedya Panjaitan meminta kepada perwakilan warga Bima yang hadir untuk menyerahkan nama-nama warga yang ditahan. Pihaknya akan mendesak Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo agar membebaskan mereka.

"Kami setuju harus segera dilakukan pembebasan. Saya akan coba telepon Kapolri dan Kabareskrim (Komjen Sutarman) untuk tindak lanjuti itu," kata anggota Komisi III itu.

Sementara Neta melalui pesan singkat mengatakan, "Dalam menyelesaikan kasus Bima, Polri harus melihat secara utuh dari awal persoalan. Jangan hanya berorientasi pada pemblokiran pelabuhan semata."

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan