Rabu, 14 September 2011

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Ke Mana Uang Rp 10,2 Miliar untuk Rawagede

Posted: 15 Sep 2011 03:31 AM PDT

Kementrian Kerja Sama Pembangunan Belanda telah mengalokasikan 850.000 euro atau setara Rp 10.2 miliar) untuk Rawagede (sekarang Balongsari). Namun sampai kini, tidak ada buktinya. Ke mana dana itu disalurkan?

Pada awal 2009 Bert Koenders, waktu itu menjabat sebagai Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda, mengalokasikan 850.000 euro untuk Balongsari, (atau dulu desa Rawagede).

Menurut Radio Nederland, Selasa (13/9/2011), dana ini tidak boleh disebut ganti rugi atau kompensasi untuk pembunuhan massal yang dilakukan tentara Belanda pada 1947 di Rawagede. Karena jika dana itu disebut ganti rugi atau kompensasi, itu berarti Belanda mengakui kesalahan mereka, hal yang ditolak negara kincir angin ini selama hampir 64 tahun. Jadi, sebutlah itu bagian dari dana kerja sama pembangunan, dan tidak hanya untuk Rawagede, tetapi juga untuk wilayah sekitarnya.

Dari 850.000 euro itu rencananya akan dibangun sebuah sekolah dan pasar di Rawagede. Dan rumah sakit di Balongsari juga akan diperbesar.

Dua setengah tahun kemudian, masih belum ada rencana yang terwujud. Di pinggir desa terhampar sawah seluas satu hektar, menunggu untuk dibangun SMK. Rancangannya, menurut otoritas setempat, sudah selesai. Mereka tinggal menunggu dana turun.

Jika dana turun, sekolah akan langsung dibangun, kata Sukarman, ketua yayasan lokal yang sebelumnya pernah membangun sekolah di Rawagede. Sekolah yang dibagun yayasannya berdiri di seberang sawah, dan sekarang punya delapan ratus siswa. "Sekolah itu kami bangun dalam waktu tiga bulan. Bank Dunia memberikan uang kepada yayasan kami, dan semua langsung kami urus," kata Sukarman kepada Radio Nederland.

Depdagri

Nyatanya, prosesnya sangat berbeda dengan uang Belanda. Dana Belanda bukan untuk Rawagede. Bahkan bukan untuk Karawang, kabupaten yang menaungi Rawagede. Dana kerja sama pembangunan tersebut diberikan ke Kementrian Dalam Negeri di Jakarta. Merekalah yang akan memutuskan siapa yang boleh membangun sekolah, dan kapan.

Menurut Radio Nederland, Belanda punya MOU, semacam perjanjian, dengan Kemendagri Indonesia. Sebagian kecil dana akan ditransfer bulan Desember mendatang. Otoritas setempat sama sekali belum dihubungi Jakarta dan sama sekali tidak jelas apakah dan kapan proyek ini akan dimulai.

Kedutaan Besar Belanda di Jakarta membela diri. Birokrasi yang berbelit-belit ini harus ditempuh atas alasan "ketelitian". Proyek ini harus "berkesinambungan" dan karena itulah sejak awal harus didiskusikan dengan semua pihak dengan seksama. Dan "ketelitian butuh waktu," kata wakil duta besar Belanda Annemieke Ruigrok. Menurutnya "kementrian dalam negeri sibuk menyelesaikan rincian terakhir." Apa artinya, tidak jelas.

Yang jelas, tidak ada "perundingan" terjadi. Walau rencana pemerintah setempat sudah selesai sejak dua tahun lalu, kementrian sama sekali belum menghubungi mereka.

Tidak semua dana dari menteri Koenders ada di Jakarta. 254.500 euro disalurkan ke yayasan Belanda Hivos, yang mempergunakan dana tersebut untuk kredit mikro di Rawagede. Ratusan orang di desa, dan ratusan lain di desa sekitar, memanfaatkan pinjaman tersebut. Total 106.533 euro telah dikeluarkan. Dari keseluruhan dana Koenders, cuma itulah yang benar-benar sampai ke rakyat.

Hivos mendirikan koperasi yang sekarang memiliki 1247 anggota. Mereka juga mengalokasikan sekitar 50.000 euro untuk toko organik yang dikelola koperasi tersebut. Tokonya belum ada, ketua koperasi Riyadi mengakui. Sampai sekarang koperasi hanya berbisnis tabung gas. Selain itu 50.000 euro yang mereka terima juga digunakan untuk "biaya operasional" koperasi dan gaji karyawan.

Radio Nederland menanyakan masalah ini kepada Harry van Bommel, anggota parlemen Belanda dari partai sosialis SP, yang berkunjung ke Rawagede tahun 2009, bersama Menteri Luar Negeri Belanda ketika itu, Maxime Verhagen. "Dana sudah disediakan. Bahwa dana itu belum dipakai, merupakan masalah. Masalah ini pertama dirasakan masyarakat setempat, karena mereka dijanjikan pelbagai fasilitas, yang hingga sekarang belum ada. Pemerintah Belanda harus menghubungi pihak kedubes Belanda di Jakarta, atau di tingkat bilateral, menghubungi kementerian luar negeri Indonesia, untuk menanyakan seberapa cepat masalah ini bisa diatasi."

Pesawat Militer Jatuh, 30 Orang Tewas

Posted: 15 Sep 2011 03:01 AM PDT

LUANDA, KOMPAS.com - Sebuah pesawat angkatan udara Angola, Rabu (14/9/2011), jatuh di bandara Huambo di bagian tengah negara itu. Kecelakaan itu menewaskan sedikitnya 30 orang, termasuk tiga jenderal angkatan darat, kata seorang pejabat militer kepada AFP. Enam orang lain selamat, termasuk pilot dan co-pilot. Mereka telah dibawa ke rumah sakit militer dengan luka bakar.

Ada juga warga sipil di antara para korban, termasuk dua wanita dan dua anak-anak, kata sumber tersebut. "Saya tidak tahu apa yang terjadi, pesawat itu baik selama mulai meluncur  dan lepas landas, dan kemudian saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi," kata Kapten Jose Goncalves, yang selamat dari kecelakaan itu.

Jet Embraer buatan Brazilia itu juga membawa beberapa perwira Angkatan Udara di dalam pesawat ketika jatuh sekitar tengah hari, tidak lama setelah lepas landas dari kota besar kedua Angola, Huambo, untuk tujuan ibu kota  Luanda, sekitar 600 kilometer di barat laut, dengan rencana singgah di pantai barat Benguela. Pesawat itu digunakan untuk mengangkut para perwira senior.

Seorang pejabat rumah sakit mengatakan, lima dari penumpang menderita luka bakar tingkat dua dan seorang penumpang berada dalam kondisi serius dengan luka bakar derajat ketiga.

Kantor berita Angola yang dikelola negara, Angop, menyebutkan dua korban yang tewas adalah Letnan Jenderal Francisco Bernardo Leitao Diogo dan Letnan Jenderal Elias Bravo Malungo Pedro da Costa. Sebuah foto yang diterbitkan oleh Angop menunjukkan pesawat patah menjadi dua bagian, dan BBC melaporkan bahwa orang-orang di bagian depan selamat sementara orang-orang di bagian belakang tewas ketika terbakar.

"Terlalu dini untuk memberi verifikasi penyebab kecelakaan itu. Satu komisi penyelidikan  akan dibentuk," kata  Ernesto Dos Santos, yang bertanggung jawab atas transportasi Angkatan Udara Angola kepada AFP.

Dia menambahkan, penyelidikan bisa memerlukan waktu "satu atau dua bulan".

Angola yang kaya minyak, yang  bersaing dengan Nigeria untuk menjadi produsen minyak mentah terbesar Afrika, telah menghamburkan belanja infrastruktur besar sejak berakhirnya perang saudara tahun 2002. Tiga perang saudara di negara itu menelan korban tewas hingga 500.000 orang dan menghancurkan perekonomian.

Meskipun konflik berakhir, anggaran pertahanan terus mendapat  persentase besar dari anggaran keseluruhan. Angola punya jumlah tentara  terbesar di Afrika tengah dan selatan, dan salah satu kekuatan udara terbesar di sub-Sahara Afrika. Angkatan Bersenjata Angola merupakan penyatuan dua anggota bekas pasukan yang bermusuhan - MPLA yang sekarang di pemerintahan dan UNITA, yang telah menjadi oposisi utama di parlemen.

Kemiskinan dan infrastruktur yang buruk telah menghambat keamanan udara di negara Afrika, dan Angola memiliki catatan keselamatan yang buruk dengan Uni Eropa melarang beberapa penerbangannya ke sana.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan