Rabu, 22 Jun 2011

Republika Online

Republika Online


Melayang di Atas Pegunungan Matantimali

Posted: 22 Jun 2011 08:26 AM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, PALU - Kejurnas Paralayang kali ini diselenggarakan di Pegunungan Matantimali. Lokasi itu terletak di wilayah Pegunungan Matantimali sekitar dua kilometer dari Desa Wayu, Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi atau sekitar 30am kilometer arah Selatan Palu.

Warga Palu, mahfum dengan 'surga' di dekat rumah mereka. Untuk mencapai lokasi tersebut bisa dengan menggunakan sepeda motor, dan mobil. Dari Palu menempuh perjalan lebih dari satu jam.
Jalan dari Desa Porame, Kecamatan Marawola menuju ke Desa Wayu sudah dilapisi aspal, tetapi ada beberapa tempat badan jalannya sudah hancur.

Dari Desa Wayu, kita harus melewati jalan yang belum beraspal menyusuri lereng Pegunungan Matantimali.

Saat berada di lokasi, kita bisa langsung melihat dengan jelas Kota Palu, dan sebagian desa di Kecamatan Marawola, dan Biromaru dan Dolo.

Setiap hari atmosfir di atas Pegunungan Matantimali diramaikan atlet paralayang yang tampak dengan indah melakukan atraksi melayang-layang di udara.
Setiap mata yang memandang ke atas pegunungan itu seperti tidak ingin beranjak dari situ, karena terpesona melihat para atlet dengan warna-warni payung yang mereka gunakan.

Salah seorang pehobi paralayang, Sebastian, mengatakan lokasi ini benar-benar bagus dan cocok untuk olah raga paralayang. "Wah, sangat indah dan mengagumkan," kata Sebastian, salah satu dari sejumlah atlet luar negeri yang berlaga di "event" itu.

Menurut atlet kelahiran Swiss yang kini tinggal di Nepal itu, lokasi paralayang Matantimali sangat cocok untuk kegiatan olah raga paralayang. Lokasinya bagus dan alam serta kondisi cuaca sangat menantang bagi atlet.

"Saya sangat suka. Saat melayang-layang di atmosfir dengan payung rasanya tidak ingin cepat-cepat mendarat," kata Sebastian yang juga salah satu instruktur tim Pelatnas Sea Games.

Ketua Pengda Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI) Sulteng FX Murdjianto mengatakan, lokasi lepas landas (take off) yang berada di wilayah Desa Wayu berada pada ketinggian sekitar 800 meter dari permukaan laut. "Jadi sangat bagus untuk tempat kegiatan olah raga paralayang tingkat nasional dan internasional," katanya.

Semula, katanya, lokasi take off pada ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Tapi sayang sekali sudah dijadikan areal kebun kemiri oleh warga.
Makanya, kata Murdjianto, untuk pelaksanaan kegiatan ini terpaksa dipindahkan ke sini, dan menurut tim dari Federasi Aerosport Internasional (FAI) justru lokasi ini yang paling cocok.
Hanya saja dalkam mempersiapkan lokasi tersebut, panitia lokal harus membuka lahan dan jalan baru.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola saat membuka Kejurnas, dan "Indonesia Open" di hotel Palu Golden Sabtu (18/6) meminta kepada Pengda FASI untuk terus berkoordinasi dengan Pemkab Sigi agar lokasi itu dipatenkan sebagai tempat pelaksanaan kejuaraan paralayang tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional. "Kalau perlu jadikan lokasi itu sekaligus objek wisata olah raga dirgantara," kata Murdjianto mengutip keterangan gubernur.

Pemerintah Kabupaten Sigi, katanya, berencana untuk mengembangkan lokasi itu tidak hanya sekedar tempat kejuaraan paralayang, tetapi juga objek wisata dirgantara.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tahukah Anda: Orang Indonesia 15 Tahun Lebih Cepat Terkena Katarak Ketimbang Negara Tropis Lainnya

Posted: 22 Jun 2011 07:56 AM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang pada tahun 2000 yang diperkirakan sebesar 15,3 juta (7,4 persen dari total penduduk).

Masyarakat Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah tropis lainnya di mana sekitar 16 sampai 22 persen penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 56 tahun. Demikian data yang disampaikan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami).

Lembaga ini memperkirakan setiap tahun muncul kasus baru katarak sebanyak 210ribu  orang, namun yang bisa direhabilitasi lewat operasi katarak hanya sekitar 120 ribu orang.

Selain itu, masih ada keengganan bagi orang Indonesia menjadi donor mata meskipun setelah meninggal meskipun jumlah donor yang ada saat ini masih sangat kurang.

Anggota baru Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Dr dr . Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, SpM menyayangkan kondisi tersebut karena banyak pasien yang membutuhkan cangkok mata. "Masih sedikitnya donor mata itu adalah karena kekurangpedulian dan masih adanya pandangan tabu untuk mendonorkan anggota tubuh meskipun setelah meninggal," katanya.

Hal inilah yang menyebabkan jumlah orang yang mau jadi pendonor mata setelah meninggal sangatlah sedikit. "Padahal mata tersebut menjadi besar manfaatnya bagi orang hidup yang membutuhkannya," katanya saat kuliah innaugurasi 'Menguak 'Jendela Hati' Sebagai Embrio Proses Berpikir Manusia' di RSCM, Jakarta, Rabu.

Data Bank Mata Indonesia mencatat baru ada sekitar 20.000 orang yang mendaftar menjadi pendonor mata di Jakarta, sedangkan di luar Jakarta jumlahnya tidak sampai 5.000 orang.

Padahal, tingkat kebutaan di Indonesia yang mencapai 1,5 persen merupakan angka yang cukup tinggi di Asia. Sebagai perbandingan di Bangladesh angka kebutaan 1 persen, di India 0,7 persen, dan Thailand 0,3 persen.

Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah penyakit katarak disusul penyakit glaukoma, kelainan refraksi dan penyakit lain terkait usia lanjut.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan