Rabu, 22 Jun 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Menkes: Spesialis Mata Perlu Ditambah

Posted: 22 Jun 2011 07:14 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Sebagai negara tropis yang banyak cahaya, penyakit mata menjadi suatu hal biasa di Indonesia, namun sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan jumlah dokter mata yang memadai.

"Beban penyakit mata tinggi. Kebetulan kita di negara tropis yang banyak cahaya, tidak menguntungkan bagi mata. Operasi dibutuhkan spesialis mata, harus diperbanyak lagi," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih usai kuliah innaugurasi anggota baru Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di RSCM Jakarta, Rabu.

Ke depan, Menkes menyebut pihaknya akan mendorong lebih banyaknya spesialis mata untuk mengatasi berbagai penyakit seperti katarak yang merupakan penyakit mata paling banyak di Indonesia.

"Memang sudah mulai banyak yang mendidik dokter mata, tapi untuk sekarang kita akan optimalkan dulu yang di 13 Fakultas Kedokteran negeri," kata Menkes.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 1996, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 persen atau lebih dari dua juta orang buta atau tunanetra di Indonesia.

Sementara besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang pada tahun 2000 yang diperkirakan sebesar 15,3 juta (7,4 persen dari total penduduk).

Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah tropis lainnya di mana sekitar 16 sampai 22 persen penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 56 tahun.

Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) memperkirakan setiap tahun muncul kasus baru katarak sebanyak 210.000 orang, namun yang bisa direhabilitasi lewat operasi katarak hanya sekitar 120.000 orang.

Selain itu, masih ada keengganan bagi orang Indonesia menjadi donor mata meskipun setelah meninggal meskipun jumlah donor yang ada saat ini masih sangat kurang.

Anggota baru Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Dr.dr. Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, Sp.M menyayangkan kondisi tersebut karena banyak pasien yang membutuhkan cangkok mata.

Tjahjono mengatakan, masih sedikitnya donor mata itu adalah karena kekurangpedulian dan masih adanya pandangan tabu untuk mendonorkan anggota tubuh meskipun setelah meninggal.

"Jumlah orang yang mau jadi pendonor mata setelah meninggal sangatlah sedikit. Padahal mata tersebut menjadi besar manfaatnya bagi orang hidup yang membutuhkannya," katanya saat kuliah innaugurasi `Menguak `Jendela Hati` Sebagai Embrio Proses Berpikir Manusia` di RSCM, Jakarta, Rabu.

Data Bank Mata Indonesia mencatat baru ada sekitar 20.000 orang yang mendaftar menjadi pendonor mata di Jakarta, sedangkan di luar Jakarta jumlahnya tidak sampai 5.000 orang.

Padahal, tingkat kebutaan di Indonesia yang mencapai 1,5 persen merupakan angka yang cukup tinggi di Asia. Sebagai perbandingan di Bangladesh angka kebutaan 1 persen, di India 0,7 persen, dan Thailand 0,3 persen.

Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah penyakit katarak disusul penyakit glaukoma, kelainan refraksi dan penyakit lain terkait usia lanjut.(*)
(T.A043/H-KWR) 

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Mengapa Budaya Wayang Luntur ?

Posted: 22 Jun 2011 07:10 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Wayang adalah 100 % produk asli budaya Indonesia dan badan PBB  UNESCO sudah menyebut n hak cipta wayang asli untuk Indonesia. Namun,bagaimana kondisi wayang itu sendiri di Indonesia terutama di mata anak-anak dan anak muda.

Ki Dalang Rohmad Hadiwijoyo mengaku prihatin dengan kondisi wayang di Indonesia yang mulai ditinggalkan oleh generasi muda Indonesia. Padahal, Wayang adalah salah satu karya adiluhung Indonesia yang menyebarkan pesan moral yang penuh makna.

"Saya sedih melihat budaya wayang mulai pudar di mata anak-anak," katanya ketika meluncurkan bukunya yang berjudul "Bercermin di Layar Realita Antara Cerita" di  Jakarta pada Rabu (22/6).

Rohmadi melihat lunturnya budaya wayang di mata anak muda karena orang tua kurang memperkenalkan budaya wayang kepada anak sejak dini mereka sehingga ketika anak itu tumbuh dewasa, anak itu lebih mengenal dengan cerita-cerita komik yang notabene berasal dari luar Indonesia.

"Orang tua lupa mengajarkan anaknya budaya Indonesia termasuk wayang sejak dini," katanya.

Kedua, dia (Rohmadi) menilai peran masyarakat sangat penting dalam menjaga kelestarian budaya wayang dengan menggelar acara wayang secara rutin dalam setiap acara kemasyarakatan seperti pernikahan.

"Peran masyarakat yaitu sering-sering "nangkap" wayang," katanya.

John McGlynn, Ketua Pembina Yayasan Lontar mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan wayang kurang populer di mata anak muda yaitu produk lama, bahasa, kemasan dan waktu.

McGlynn, warga Wiscounsin, Amerika Serikat yang jatuh cinta pertama kali dengan Indonesia karena wayang melihat umumnya pergelaran wayang menggunakan bahasa Jawa sehingga susah dimengerti orang anak muda sekarang dan waktu pergelarannya biasanya pada malam hari ketika anak-anak sudah beranjak tidur.

"Anak-anak sekarang susah mengerti Jawa dan waktunya malam hari," katanya.

Namun, Rohmadi menyangkal faktor-faktor masalah tersebut, dia memiliki beberapa kemasan menarik bagaimana cara menggelar wayang untuk anak-anak.

Dia (Rohmadi) mengatakan saat ini pergelaran wayang sudah bisa menggunakan bahasa Indonesia bahkan bahasa Asing, tempat pergelarannya pun bukan di lapangan desa tapi sebuah pusat perbelanjaan untuk menarik minat orang dan masalah waktu, pergelaran wayang bisa digelar pada Siang hari.

"Saya pernah menggelar wayang di Cilandak Town Square dengan 500 penonton," katanya.
(Adm/A038)

Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan