Ahad, 30 Januari 2011

Sindikasi news.okezone.com

Sindikasi news.okezone.com


Mahkamah Konstitusi Batalkan UU Hak Angket

Posted: 30 Jan 2011 11:16 PM PST

JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Mahfud MD membatalkan seluruh isi Undang-Undang 6/1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan wariasan orde lama.
 
Pasalnya, UU tersebut berdasarkan sistem pemerintahan parlementer berdasar UUDS 1950. Atas putusan tersebut, maka masalah hak angket hanya diatur dalam UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
 
"Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Senin (31/1/2011).
 
Majelis hakim MK menilai paling tidak ada dua alasan mengapa UU tersebut dibatalkan. Pertama karena UU tersebut dibuat dalam sistem pemerintahan parlementer. Hal itu terlihat dalam pasal 28 UU 6/1954 yang menyebutkan panitia hak angket tidak bubar meskipun DPR dibubarkan. Klausul tersebut hanya mungkin terjadi di masa parlementer.
 
"Ketentuan demikian jelas berbeda atau tidak sejalan dengan UUD 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensiil. Dalam sistem pemerintahan presidensiil, presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR," kata hakim konstitusi Harjono saat membacakan pertimbangan putusan.
 
Alasan kedua adalah tata cara tentang mekanisme kerja panitia angket yang diatur dalam UU 6/1954 telah diatur juga dalam UU 27/2009. "Apabila UU 6/1954 tetap dipertahankan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru bertentangan dengan UUD 1945," kata Harjono.
 
Pengajuan UU 6/1954 ini diajukan oleh para simpatisan Partai Demokrat yakni Bambang Supriyanto, Aryanti Artisari, Jose Dima Satria, Aristya Agung Setiawan. Mereka menilai penggunaan dua UU dalam hak angket Century telah memunculkan kepastian hukum. Karenanya, mereka meminta agar UU Hak Angket 6/1954 dibatalkan.
 
Sementara itu, untuk uji materi UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, MK memutuskan untuk tidak menerimanya. Pasalnya, para pemohon yang juga pemohon uji materi UU hak angket 6/1954 dinilai tidak memunyai alasan yang kuat untuk mengajukan permohonan.
 
"Mahkamah berpendapat para Pemohon tidak dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang a quo (UU 27/2009), sehingga para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum," kata hakim konstitusi Akil Mochtar saat membacakan pertimbangan putusan kemarin.
 
Diketahui, Bambang Supriyanto, Aryanti Artisari, Jose Dima Satria, Aristya Agung Setiawan meminta pasal 77 ayat 3 UU 27/2009 dihapuskan. Sebab, pasal 77 ayat 3 yang merupakan penjelasan hak angket dinilai dapat mengganggu pemerintahan karena dapat menjadi pintu pemakzulan presiden.
(Kholil Rokhman/Koran SI/teb)

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Asyik... 2 Pangkalan Militer Bisa Layani Sipil

Posted: 30 Jan 2011 11:14 PM PST

DENPASAR - Dua pangkalan Udara TNI AU di Singkawang, Kalimantan Barat dan Morotai, Maluku Utara, dapat dimanfaatkan untuk penerbangan sipil.

"Hari ini kami telah menandatangani kesepakatan bersama dengan pihak terkait enclave penerbangan sipil dan militer," kata Wakil Kepala Staf AU Marsekal Madya Sukirno KS di Kuta, Bali, Senin (31/1/2011).

Dalam nota kesepahaman, lanjut Sukirno, disepakati beberapa hal terkait pemanfaatan bandara sipil dan militer untuk kepentingan bersama.

"Dari sekira 40 pangkalan AU, ada sembilan pangkalan yang sudah bisa dimanfaatkan untuk penerbangan sipil," jelas Sukirno didampingi Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Heri Bekti dan Direktur Utama PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo seusai penandatanganan kesepakatan bersama di Hotel Kartika Chandra.

Ditambahkan Sukirno, dua pangkalan lagi segera akan dioperasikan untuk penerbangan sipil yakni Pangkalan Udara Singkawang dan Morotai.

"Sebenarnya secara fisik sudah bisa dioperasikan, tinggal melengkapi beberapa persyaratan saja," ucapnya.

Kerja sama tersebut dilakukan setelah tim kelompok kerja dari TNI AU, PT Angkasa Pura (AP) 1, AP 2, dan Dirjen Perhubungan Udara, menyelesaikan beberapa pembahasan selama setahun lebih dalam pengaturan penggunaan bersama pangkalan udara dan bandar udara.

Diakuinya, hubungan TNI AU dan pihak terkait dalam pemanfaatan bandara sipil dan militer sudah berlangsung lama. Hanya saja, selama ini dalam implementasinya masih bersifat parsial belum memiliki payung hukum yang jelas.

Penggunaan bersama bandara sebagai pangkalan dalam kondisi darurat dan sebaliknya pangkalan untuk penerbangan sipil demi kepentingan bisnis, diharapkan bisa saling menguntungkan.

"Ke depan sesuai kebutuhan di daerah-daerah perbatasan negara kemungkinan bisa bertambah lagi enclave militer sebagai tempat penerbangan sipil," kata Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Heri Bekti.

Kerja sama tersebut diharapkan bisa memberi payung hukum jelas dan menekan terjadinya gesekan antara TNI AU dengan otoritas penerbangan sipil bandara.

"Ini bisa memberi jaminan bagi ditingkatannya pengaturaan kegiatan operasional penerbangan, penggunaan aset, dan barang negara aset Angkasa Pura 1 serta Angkasa Pura 2," jelasnya.

Dia mencontohkan saat erupsi Gunung Merapi tahun lalu. Pangkalan udara di Malang dimanfaatkan untuk penyaluran bantuan sipil ke Yogyakarta dan Jawa Tengah.
(ton)

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan