Ahad, 30 Januari 2011

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Unjuk Rasa Minggu Berdarah di Kota Irlandia Utara

Posted: 30 Jan 2011 07:33 PM PST

Belfast (ANTARA News) - Ribuan orang berbaris dalam apa yang diharapkan menjadi unjuk rasa Londonderry terakhir untuk memprotes Minggu Berdarah, ketika 13 warga sipil tewas setelah tentara Inggris menembaki demonstran.

Pawai telah menjadi acara tahunan sejak peristiwa yang terjadi pada 1972 di daerah kota Bogside itu, sebagaimana dikutip dari AFP.

Ratusan pelayat meletakkan karangan bunga pada tugu peringatan kota, Minggu pagi, sebelum keluarga korban berjalan di belakang sebuah spanduk yang menyatakan "kebenaran."

Penyelenggara mengatakan, acara sekarang harus berakhir setelah penerbitan Laporan Saville, yang menyebabkan permintaan maaf oleh Perdana Menteri David Cameron pada Juni 2010.

Pernyataan itu ditandatangani oleh sebagian besar keluarga korban, meskipun beberapa mengatakan tindakan itu kurang bijaksana.

Kate Nash, yang kakaknya William tewas dalam insiden itu, mengatakan keputusan untuk mengakhiri pawai semacam itu "sangat prematur."

Dia menambahkan: "Itu dijatuhkan pada kami seperti satu ton batu bata, sepenuhnya tiba-tiba. Siapa yang memutuskan pawai harus berakhir dan mengapa?

"Orang-orang Derry tidak diberikan kesempatan memiliki pendapat tentang hal ini dan saya merasa mereka harus dimiliki."

Tony Doherty, yang ayahnya Paddy tewas dalam Minggu Berdarah, mendukung berakhirnya pawai.

"Sebagian besar keluarga merasa bahwa apa yang kami bawa ... dengan Laporan Saville sebagai suatu eksonerasi, dengan kata-kata David Cameron, dengan permintaan maaf dan tanggung jawab politik untuk menerima kekejaman dari Minggu Berdarah, bahwa itu sekarang saatnya bagi kita semua untuk mempertimbangkan bergerak untuk mengakhiri," katanya.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Mubarak Imbau PM Baru Dorong Demokrasi

Posted: 30 Jan 2011 07:09 PM PST

Hosni Mubarak (reuters.com)

Berita Terkait

Kairo (ANTARA News) - Presiden Mesir Hosni Mubarak yang sedang menghadapi tantangan menugaskan perdana menteri baru dalam pidatonya Minggu untuk mengambil langkah-langkah mempromosikan demokrasi dengan berbicara dengan oposisi dan memulihkan kepercayaan ekonomi negara.

Pemimpin veteran, yang memecat kabinetnya pada Jumat setelah pemberontakan di negerinya itu, juga mengatakan prioritas perdana menteri baru adalah membatasi pengangguran dan menciptakan pekerjaan baru, sebagaimana dikutip dari AFP.

"Di atas semua itu, dan bersamaan dengan itu, saya menekankan pentingnya mendesak, mencakup seluruh, mengambil langkah-langkah baru dan terus-menerus untuk melakukan reformasi politik, konstitusional dan legislatif, melalui dialog dengan semua pihak," katanya dalam satu pidato yang dimuat oleh media resmi.

Sebelumnya, pada Sabtu, Presiden Mubarak menunjuk kepala intelijen Omar Suleiman sebagai wakil presiden pertama Mesir dalam 30 tahun, dan menunjuk Menteri Penerbangan Ahmad Shafiq sebagai perdana menteri baru.

Langkah itu dilakukan untuk merespon aksi-aksi massa yang menuntut dia mundur.

"Omar Suleiman telah dilantik sebagai wakil Presiden Husni Mubarak," kata kantor berita MENA dalam laporannya.

Suleiman, 74 tahun, adalah direktur Badan Intelijen Umum Mesir sejak 1993, satu posisi di mana dia memainkan peranan penting dalam diplomasi, termasuk dalam hubungan Mesir dengan Israel dan Amerika Serikat.

Sebagai kepala intelijen Mesir, Suleiman bertanggung jawab atas arsip yang paling penting negara dan keamanan politik.

Juga pada Sabtu, Mubarak menunnjuk Menteri Penerbangan Ahmad Shafiq sebagai perdana menteri baru dan meminta dia untuk membentuk kabinet baru.

Kabinet Mesir secara resmi mengundurkan diri selama pertemuan yang diserukan Mubarak, agar mereka mengundurkan diri, menurut stasiun televisi Nil.

Puluhan ribu warga Mesir menentang jam malam dan tetap berada di jalan-jalan kota Kairo pada Sabtu, menuntut pengusiran Mubarak.

Pada saat protes di Mesir memasuki hari kelima, militer memperpanjang jam malam di Kairo, Alexandria dan Suez dari 04:00 waktu setempat (1400 WIB) sampai 8:00 pagi waktu setempat (0600 WIB) pada hari berikutnya.

Namun, jam malam, Jumat malam di Kairo diabaikan oleh pengunjuk rasa yang marah membanjiri jalan-jalan di kota itu, yang berpenduduk sekitar 18 juta dan meneriakkan "Turun, turun, Mubarak," dan "Jangan percaya Mubarak" yang menyimpang dari reformasi yang dijanjikan presiden.

Sedikitnya 50.000 pengunjuk rasa berkumpul di pusat kota dekat Lapangan Tahrir utama, dan sekitar 1.000 dari mereka mencoba menerobos Kementerian Dalam Negeri, kata televisi Al Jazeera.

Stasiun TV itu juga melaporkan bahwa polisi menembak dan menewaskan sedikitnya tiga demonstran. Tidak ada konfirmasi langsung atau rincian lebih lanjut yang tersedia.

Sebelumnya, kabinet Mesir secara resmi mengundurkan diri selama pertemuan pada Sabtu pagi mengikuti permintaan Presiden Hosni Mubarak, menurut laporan0 stasiun televisi Nil.

Dalam pidato Sabtu pagi, Mubarak mengatakan dia telah meminta pemerintah untuk turun dan kabinet baru akan membawa demokrasi yang lebih baik bagi negara, sebagai tanggapan terhadap aksi-aksi protes nasional.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan