Jumaat, 24 Disember 2010

Republika Online

Republika Online


Melancong ke Jembatan Bosphorus

Posted: 24 Dec 2010 08:25 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, ISTAMBUL--Jembatan Bosphorus menjadi ikon Istanbul bersama bangunan tua bersejarah, seperti Masjid Biru, Aya Sophia, dan sejumlah istana.

Istanbul yang selama ribuan tahun menjadi Ibu Kota Kekaisaran Byzantium, Kekhalifahan Usmani, dan Republik Turki--sebelum dipindahkan oleh Mustafa Kemal Ataturk ke Ankara pada 1937--berada di dua daratan. Sebagian di Eropa berbatasan dengan Yunani dan Bulgaria.
Sebagian lagi di Semenanjung Anatolia alias Anadolu, Asia kecil.
Kedua daratan dipisahkan oleh sebuah selat legendaris, Bosphorus.

Selat Bosphorus menghubungkan dua lautan, yaitu Laut Hitam di timur laut, dengan Laut Marmara di barat laut. Laut Marmara ini terhubung dengan Laut Aegea, yang dalam cerita Homer merupakan jalur yang digunakan Achilles menyerang Troy di Asia kecil, dan lebih ke selatan de ngan Laut Mediterania. Sejak zaman kejayaan Yunani sebelum era Byzantium dan Usmani, Bosphorus telah menjadi bandar rempah yang ramai.

Saat mengunjungi Selat Bosphorus pada akhir Mei lalu, kapal, ferry, dan speed boat berseliweran. Sebagian di antaranya berisi wisatawan yang sedang ikut tur melayari Selat Bosphorus sambil melihat istanaistana indah yang banyak berdiri di tepi pantai, misalnya Istana Dolmabache dan Istana Ciragan.
Mereka antara lain berangkat dari Pangkalan Feri Eminonu di Teluk Golden Horn, dekat Jembatan Galata.

Sejumlah kapal dan feri terus berlayar ke utara, melintas di bawah Jembatan Bosphorus, ke arah Laut Hitam. Beberapa feri yang belum sempat melintas di bawah jembatan terlihat berbelok dan singgah di sebuah dermaga kecil, dengan bangunan mungil dan kerap dihinggapi camar laut. Bangunan bergaya neo baroque, berkubah, dan bermenara yang merupakan ikon Selat Bosphorus itu adalah Masjid Ortakoy.

Kawasan Ortakoy inilah yang merupakan kaki Jembatan Bosphorus di wilayah Eropa. Sedangkan, di sisi Asia, Jembatan Bosphorus berpijak di kawasan bernama Beylerbeyi. Jembatan gantung yang dipegang kabel baja ini merentang sepanjang 1,5 kilometer. Tapi, bila diukur dari kedua tower-nya yang menjorok ke laut, kurang lebih hanya satu kilometer.

Jembatan ini didesain oleh Sir Gilbert Roberts dan William Brown, dua insinyur asal Inggris. Ide pembangunan muncul sejak 1900, saat Sultan Abdul Hamid II--sultan ke-34 Khilafah Usmani--berkuasa. Saat itu, Istanbul masih jadi ibu kota pemerintahan. Tapi, ide itu baru terealisasi 70 tahun kemudian. Jembatan ini dibangun pada 1970 dan selesai pada 30 Oktober1973, tepat pada peringatan 50 tahun Republik Turki.

Saat diresmikan oleh Presiden Fahri Koruturk dan Perdana Menteri Naim Talu, jembatan berongkos 200 juta dolar AS ini merupakan jembatan suspensi terpanjang nomor empat di dunia dan nomor satu di luar Amerika. Tapi, karena negara lain pun berlomba membangun jembatan gantung, kini panjang Jembatan Bosphorus menduduki peringkat ke-16.

Bila diperhatikan secara cermat, jembatan yang dilewati 180 ribu kendaraan per hari ini terlihat melengkung. Desainnya memang demikian. Bagian tengahnya cembung ke atas sekitar 90 sentimeter, dibanding ruas jalan pada tower di kedua sisinya.
Tinggi jembatan ini dari permukaan air adalah 64 meter. Sehingga, kapal pesiar ukuran sedang bisa melintas di bawahnya.
Bukan untuk pejalan kaki Anda bisa menyeberangi jembatan ini dengan kendaraan dari sisi Eropa maupun Asia.

Bila menyeberang dari sisi Eropa, Anda akan dikutip tarif tol sebesar lima lira Turki, atau sekitar Rp 30 ribu. Tapi, jika menyeberang dari sisi Asia, tak ada kutipan alias gratis. Jembatan selebar 39 meter ini memiliki dua jalur jalan dengan delapan lajur. Tapi, hanya enam lajur yang digunakan. Dua lajur sisanya untuk situasi darurat plus trotoar.

Banyak wisatawan yang kerap menanyakan kemungkinan menyeberangi jembatan itu dengan berjalan kaki. Toh, ada trotoar yang dipersiapkan. Dahulu jembatan ini memang boleh dilalui pejalan kaki. Namun, belakangan tidak diizinkan lagi karena dikhawatirkan menjadi tempat bunuh diri atau disabotase.

Seorang praktisi pariwisata setempat, Ozalp, mengatakan, hanya sekali setahun jembatan itu bisa dilintasi pejalan kaki, yakni setiap Oktober. Keti ka itu, Istanbul Eurasia Marathon Intercontinental digelar. Saat itu, setiap orang bisa mendaftar mengikuti fun run dan menyeberangi jembatan ini.

Momentum fotografi paling indah jembatan yang dalam bahasa setempat disebut Bogazici Koprusu ini adalah saat sunset dan sunrise. Saat itu, Anda bisa mejeng dengan menjadikan jembatan ini sebagai background-nya.
Bisa pula menikmatinya sambil menaiki kapal di Selat Bosphorus.

Selain bangunan-bangunan klasik seperti istana, masjid, dan menara yang menjulang, kita pun bisa menyaksikan lautan dua warna dari Jembatan Bosphorus. Satu biru pekat dan satunya biru seperti laut pada umumnya. Itulah pertemuan Laut Hitam dan Laut Marmara.

Bila ingin melihat lautan dua warna itu lebih jelas, kita dapat ke Topkapi Palace. Kompleks istana yang luasnya 70 hektare ini sebagian bangunannya berada di tebing di tepi pantai. Dari salah satu terasnya, kita dapat menyaksikan kesibukan Selat Bosphorus, termasuk lautan dua warna.

Jembatan Bosphorus yang membentang antara Ortakoy dan Beylerbeyi ini bukanlah satu-satunya jembatan yang melintang di atas Selat Bosphorus. Lima kilometer ke utara ada sebuah jembatan serupa yang tak kalah cantik, yaitu Jembatan Sultan Mehmet. Nama jembatan ini didedikasikan kepada Sultan Muhammad II, penakluk Konstantinopel.

Jembatan yang dikerjakan konsorsium Turki, Jepang, dan Italia, yang kerap disingkat FSM Koprusu (dari Fatih Sultan Mehmet Koprusu--Red) ini sedikit lebih panjang dibanding Bosphorus I. Bila jarak diukur dari kedua tower-nya, panjang Bosphorus II adalah 1.090 meter. Adapun Bosphorus I hanya 1.074 meter.

Entah direncanakan sejak awal atau karena kebetulan, Jembatan Bosphorus I dan II pun kini menjadi ikon penting di bekas Konstantinopel itu. Namun, seperti tak puas dengan Jembatan Bosphorus I dan II, kini pemerintah setempat sedang merencanakan membangun jembatan serupa lagi. Jembatan yang direncanakan menghubungkan Garipce di Istanbul Eropa dan Poyrazkoy di Istanbul Asia ini akan menjadi Jembatan Bopshorus III.

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Yoga Buruk untuk Lutut?

Posted: 24 Dec 2010 04:15 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, Yoga mungkin baik bagi spiritual anda, namun sungguh buruk bagi lutut anda, demikian peringatan dari seorang ahli bedah tulang. Pakar bernama Ashok Rajgopal itu mengungkapkan telah melakukan operasi penggantian tulang lutut sejumlah guru yoga terkemuka.

Peringatan Rajgopal merupakan tantangan serius bagi mereka yang mengatakan yoga dapat menghambat efek penuaan dan membuat perasaan pelakunya lebih kuat, tenang dan damai dengan dunia. Maklum pula, yoga kini menjadi industri global bernilai jutaan dolar.

Beberapa guru yoga ternama, yang telah membangun kekaisaran dunia lewat penampilannya di televisi meyakini latihan nafas lewat Yoga bahkan bisa menyembuhkan penyakit seperti HIV AIDS dan Kanker.

Maklum pula, yoga kini menjadi industri global bernilai jutaan dolar. Di Amerika Serikat saja, 4 juta dolar lebih telah dihabiskan untuk peralatan yoga dan 15 juta orang mempraktekan yoga secara rutin.

Namun, menurut Dr Rajgopal, latihan tarikan otot ekstrim yang menjadi jantung disiplin yoga dapat menimbulkan tekanan menakutkan pada persendian yang mengarah pada arthritis. Ia sendiri telah menyaksikan insiden penyakit tulang dan persendian di kalangan pengikut praktek yoga.

"Yoga indah bila dilakukan di lingkungan terkontrol, Banyak guru yoga harus menjalani operasi lutut. Mereka terpengaruh oleh postur yoga," ujarnya kepada Daily Telegraph

"Postur ekstrem seperti menekuk lutut sangat dalam, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa melakukan postur semacam itu, akan sangat menyakitkan, dalam pengertian menimbulkan tekanan abnormal dan kerusakan pada cartilago. Itu akan sangat menyakitkan.

Ia mengatakan ia telah melihat masalah-masalah khusus dikalangan pelaku yoga dalam kelas-kelas yang terdiri lebih dari 100 orang. "Saya menyaksikan jumlah nyata orang-orang yang tak terlatih baik mengikuti yoga lalu menyakiti diri sendiri," ujarnya.

Sebagian orang-orang harus membangun tingkat di mana mereka baru bisa melakukan postur tersebut tanpa melukai persendian mereka.

Kebanyakan guru yoga menderita masalah lutut dan persendian dari melakukan postur 'vajrasana' juga dikenal sebagai posisi halilintar di mana praktisi berlutut dengan tumit terselip di bawah pantat sementara ia melakukan pernafasan pranayama secara terus menerus.

Seorang instruktur di Yogalife, India, Savira Gupta, mengatakan meski mungkin mengalami cedera dalam yoga, hal itu dapat dihindari perlahan-lahan dengan latihan lebih berat. "Anatomi adalah kunci ketika anda mengajarkan yoga karena setiap orang memiliki tubuh dan bangunan berbeda," ujarnya.

Anda harus sangat berhati-hati bagaimana menjaga seseorang melakukan postur tertentu tanpa melukainya. Semua harus dilakukan berdasar seberapa kemampuan tubuh bisa merespon," papar Savira. "Dengan arah dan latihan yang tepat seseorang dapat terhindar dari cedera."

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan