Ahad, 2 Jun 2013

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Inilah Polemik Dukungan Ganda Partai Gurem di Pilgub Jatim

Posted: 02 Jun 2013 07:59 AM PDT

SURABAYA, KOMPAS.com - Dua partai non parlemen, Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia (PPNUI), dan partai Kedaulatan (PK) menjadi obyek pembicaraan hangat jelang pemilihan gubernur Jawa Timur. Kedua partai gurem itu sempat membuat pusing salah satu pasangan calon karena aksi dukungan gandanya.

PK dan PPNUI memberikan dua dukungan sekaligus kepada dua pasangan calon. Selain kepada pasangan Khofifah-Herman, dukungan juga diberikan kepada pasangan petahana, Soekarwo-Saifullah Yusuf.

Pada kasus PPNUI, dua dukungan itu diberikan oleh pengurus DPW Jatim yang berbeda berdasarkan SK kepengurusan yang dijadikan syarat dukungan. Berdasarkan salinan copy SK kepengurusan yang didapat Kompas.com, pengurus DPW PPNUI yang mendukung pasangan Khofifah-Herman dikeluarkan oleh DPP PPNUI pada 26 April 2013, dengan nomor surat Kep-29.90/DPP-PPNUI/I/2013.

Dalam SK yang ditandatangani Ketua umum PPNUI, Yusuf Humaidi, dan Sekjen Andi William Irfan itu, disebutkan ketua DPW PPNUI Jatim adalah Ma'shum Zain.

Sementara pada 11 Mei, keluar SK kepengurusan baru lagi dengan nomor surat Kep-129.5/DPP-PPNUI/V/2013 dengan menunjuk nama ketua DPW PPNUI Jatim baru yakni, KH Abdul Rahman. SK ini yang menjadi dasar dukungan kepada pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf.

Kemarin, Ketua Umum PPNUI, Yusuf Humaidi melaporkan Sekjen PPNUI, Andi William Irfan ke Mabes Polri dengan tuduhan pemalsuan. Laporan polisi nomor LP:446/V/2013/Bareskrim itu menuding Andi William Irfan memalsukan tandatangan Ketua Umum PPNUI, Yusuf Humaidi, pada surat yang dikeluarkan 11 Mei 2013, dengan nomor Kep-129.5/DPP-PPNUI/V/2013, yang dijadikan dasar dukungan kepada pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf.

Bagi pasangan Khofifah-Herman, dukungan PPNUI dinilai sangat penting. ''Dukungan PPNUI setidaknya menambah dukungan suara parpol kami menjadi 15,05 persen. Cukup sebagai bekal kami maju Pilgub Jatim,'' kata Herman, Minggu (2/6/2013).

Aturan KPU menegaskan, pasangan calon dalam Pilgub Jatim minimal mengantongi 15 persen dukungan parpol. Saat ini, Khofifah-Herman memiliki modal dukungan 15,55 persen suara. Jika dikurangi dengan dukungan dari PK dan PPNUI maka total dukungan hanya 14,81 persen. Tanpa PK dan PPNUI, partai pendukung Khofifah-Herman adalah PKB (12,26 persen), PKPB (1,48 persen), PKPI (0,87 persen), dan PMB (0,20) total hanya 14,81 persen. Artinya KPU berhak melikuidasi pasangan Khofifah-Herman untuk tidak mengikuti Pilgub Agustus nanti.

Editor : Heru Margianto

Korban Lapindo: Suara Kami Takkan Pernah Padam...

Posted: 02 Jun 2013 02:19 AM PDT

KOMPAS.com - Ogoh-ogoh setinggi 2,5 meter berdiri di atas tanggul lumpur Lapindo, Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (29/5/2013). Sosok manusia yang digambarkan melalui ogoh-ogoh itu memakai jas warna kuning dan berkacamata. Ia berkacak pinggang dan mendongakkan kepala seolah sangat berkuasa dan begitu sulit tersentuh. 

Lalu, dengan diiringi lagu "Bagimu Negeri", enam orang mengangkat ogoh-ogoh itu dan membawanya masuk ke kolam lumpur. Tidak lama, banyak orang melempari ogoh-ogoh itu dengan lumpur sambil bersorak. Wajah ogoh-ogoh pun tertutupi lumpur. Jas kuningnya berubah jadi coklat.

Prosesi perarakan ogoh-ogoh itulah yang dipakai sebagai puncak peringatan tujuh tahun lumpur Lapindo. Sebuah prosesi yang diadaptasi dari tradisi Hindu untuk melebur segala sifat negatif agar tidak mengganggu kehidupan manusia. Biasanya ogoh-ogoh berbentuk raksasa yang menyeramkan.

Koordinator peringatan tujuh tahun lumpur Lapindo sekaligus korban lumpur, Abdul Rokhim, menegaskan, mereka sengaja membuat ogoh-ogoh yang menyimbolkan sosok pemilik PT Lapindo Brantas. "Dia seharusnya yang bertanggung jawab atas semburan lumpur ini. Tapi selama tujuh tahun ini ia seperti tidak terganggu. Namun, kami akan terus menggugat, suara kami tak pernah padam," katanya.

Sejak lumpur Lapindo mulai menyembur pada 29 Mei 2006 sampai sekarang, kondisi para korban lumpur tidak kunjung membaik, terutama para korban di area terdampak yang tercatat ada 11.881 keluarga. Sebagian besar dari mereka terus terkatung-katung menunggu janji pelunasan ganti rugi. Banyak yang mencari pekerjaan serabutan dan banyak pula yang mengalami depresi.

Sudaryanto (49) merupakan salah seorang korban lumpur di area terdampak. Dulu, ia adalah seorang pedagang burung yang mampu menghasilkan minimal Rp 100.000 per hari. Kini, setelah rumahnya terendam lumpur, ia mencari uang dengan mengojek sepeda motor di kawasan tanggul.

Sesekali ia juga menawarkan video dokumentasi lumpur Lapindo yang ia simpan di dalam tas pinggangnya. Soal tarif, ia bergantung pada kedermawanan orang yang membeli jasanya. Dalam sehari, ia rata-rata memperoleh uang Rp 15.000. Paling banyak Rp 50.000 per hari, itu pun sangat jarang.

Sudaryanto masih memiliki dua anak yang duduk di bangku SD dan SMP. "Jangankan sampai ke perguruan tinggi. Untuk bisa menyekolahkan anak sampai SMA saja saya tidak bisa membayangkan," katanya.

Berusaha sendiri

Menurut Sudaryanto, sampai saat ini para korban lumpur tak pernah ditawari lapangan kerja oleh pemerintah. Mereka harus berusaha sendiri dengan mengubah tanggul lumpur sebagai kawasan "wisata".

Namun, mengais rezeki di tanggul lumpur ada konsekuensinya. Mereka terus menghirup uap lumpur yang mengandung asam. Sudaryanto mengaku sering merasa sesak napas.

PT Minarak Lapindo Jaya, selaku perusahaan yang bertanggung jawab melunasi ganti rugi, berkali-kali ingkar janji. Sisa ganti rugi sebesar Rp 900 miliar rencananya akan dilunasi akhir tahun 2012. Namun, sampai sekarang masih ada tunggakan ganti rugi sebesar Rp 780 miliar. Janji terakhir, ganti rugi akan dilunasi akhir Mei 2013.

Gugun Muhammad, relawan Urban Poor Consortium, mengingatkan bahwa pelunasan ganti rugi hanya salah satu bagian dari kasus Lapindo. Persoalan lingkungan yang mengancam warga di sekitar tanggul jadi persoalan lain yang tak kalah penting tapi terabaikan. Upaya untuk menghentikan semburan lumpur tidak pernah dilakukan.

"Saya khawatir para korban dimanfaatkan secara politis melalui upaya pelunasan ganti rugi ini," kata Gugun. Ada kemungkinan pelunasan ganti rugi sengaja digantung dan dituntaskan menjelang Pemilu 2014 untuk mencari popularitas.

Karena itu, selain ogoh-ogoh, warga bersama para aktivis juga memasang beberapa boneka, seperti jalangkung, di kolam lumpur yang diberi pakaian atribut beberapa partai politik. "Rezim pemerintah saat ini juga sudah tidak bisa diandalkan menuntaskan kasus ini," kata koordinator Jatam, Andrie Wijaya.

D Hesti Prasetyo dari bagian Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mengaku pihaknya masih kesulitan membuang air dan lumpur dari tanggul kritis sebab banyak korban menghalangi. "Kami juga baru bisa leluasa bekerja kalau pembayaran ganti rugi tuntas," ujarnya.

Seperti kata Abdul Rokhim, para korban lumpur akan terus bersuara meski terus diabaikan dan menjadi obyek politik. Tekad itu sudah bulat.

 

Sumber : Kompas Cetak

Editor : Hindra

Tiada ulasan:

Catat Ulasan