Jumaat, 12 April 2013

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


KPK Telusuri Kejanggalan Penyerahan Aset BLBI

Posted: 12 Apr 2013 03:05 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com —  Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri kejanggalan penyerahan aset sejumlah bank yang mendapatkan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kejanggalan dalam penyerahan aset ini dipertanyakan penyidik KPK kepada mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian Rizal Ramli dalam pemeriksaan, Jumat (11/4/2013).

"Pertanyaannya banyak sekali, umumnya ingin mengetahui proses penyerahan aset, penyelesaian, apakah ada kejanggalan. Substansinya melihat apakah ada kejanggalan dalam penyerahan aset dan penyelesaian kasus BLBI," kata Rizal saat meninggalkan Gedung KPK, Jakarta, Jumat. Rizal selesai dimintai keterangan dalam penyelidikan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) yang didapatkan sejumlah debitor BLBI.

Rizal yang menjadi menteri saat pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid tersebut mengatakan bahwa SKL untuk sejumlah debitor BLBI itu diterbitkan oleh pejabat setelahnya. "Kami tidak pernah mengeluarkan SKL itu. Kwik (Kian Gie) Ketua Bappenas sama sekali tidak terlibat dan sama sekali tidak setuju dengan pemberian SKL. Itu pejabat yang pada waktu itulah setelah saya, ya orangnya enggak jauh-jauh bedalah," ujar Rizal.

Adapun SKL tersebut diterbitkan pada masa pemerintah Presiden Megawati Soekarnoputri. Saat Megawati memerintah, Menko Perekonomian dijabat Dorodjatun Kuntjoro Jakti, sedangkan posisi Menkeu dijabat Boediono.

SKL tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, dikenal dengan inpres tentang release and discharge.

Berdasar inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Menurut Rizal, saat dia menjabat Menkeu, pemerintah tidak mengeluarkan SKL karena masih banyak debitor yang belum melunasi utang pinjaman BLBI. Saat ditanya siapa yang paling bertanggung jawab atas penerbitan BLBI, Rizal menjawab, "Mesti KPK yang memutuskan itu."

Adapun sejumlah bank yang menyerahkan aset kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional di antaranya, BDNI dan BCA. Proses penyerahan aset ini pernah ditangani Kejaksaan Agung. Jaksa UripTri Gunawan menjadi anggota tim penyelidik masalah ini.

Urip ditangkap KPK di depan rumah Sjamsul Nursalim, pimpinan BDNI, dengan sangkaan menerima suap dari Artalyta Suryani, orang yang diketahui dekat dengan Sjamsul. Urip akhirnya dihukum 20 tahun penjara.

Juru Bicara KPK Johan Budi secara terpisah mengungkapkan, KPK melakukan penyelidikan atas penerbitan SKL untuk melihat apakah dalam proses tersebut ada indikasi tindak pidana korupsi atau tidak. "Kepada yang menerima SKL itu ada dugaan tindak pidana atau tidak. Tentu kalau KPK menangani, berarti tindak pidana korupsi. Maka itu dilakukanlah penyelidikan untuk mencari kesimpulan adanya tindak pidana," ujar Johan.

Kasus BLBI ini pernah diusut KPK saat Antasari Azhar menjadi ketua KPK sekitar 2008. Saat itu Antasari mengatakan, KPK menaruh perhatian jika ada oknum atau pejabat yang melakukan penyimpangan dalam penerbitan SKL tersebut.

Antariksa Waspadai Dampak Flare Matahari

Posted: 12 Apr 2013 02:27 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah sekitar 12 tahun dalam kondisi tenang, sejak Maret, Matahari mulai bergejolak dengan memunculkan flare skala sedang, yaitu kelas M.

Pada Kamis (11/4/2013) pukul 14.16, teropong matahari milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menunjukkan flare pada tingkat M 6,5. Flare terpantau muncul di daerah Matahari yang dinamai 1719.

"Karena mengarah ke Bumi, flare atau ledakan medan magnet Matahari diperkirakan akan menimbulkan dampak di Bumi akhir pekan ini," kata Thomas Djamaluddin, Deputi Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional bidang sains, pengkajian, dan informasi kedirgantaraan, di Jakarta, Jumat (12/4/2013).

"Sebelumnya flare kelas M tercatat pada 15 dan 22 Maret lalu," ujarnya.

Flare kelas M, bila fluks yang ditimbulkan antara 0,00001 hingga 0,0001 watt per meter persegi. Flare kecil bila kurang dari 0,00001 watt per meter persegi. Kelas ekstrem atau X bila fluks lebih dari 0,0001 watt per meter persegi.

Terjadinya flare, diawali dengan kemunculan banyak bintik Matahari. Bintik hitam di permukaan Matahari yang tampak pada teropong sesungguhnya puntiran garis medan magnet yang menembus permukaan Matahari. Fenomena Ini berpotensi menimbulkan flare, akibat terbukanya kumparan medan magnet. Selain melepaskan partikel berenergi tinggi, flare juga memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik dan menimbulkan badai matahari.

Selain fenomena itu, juga akan muncul lontaran masa korona (corona mass ejection/CME).

Karena itu aktivitas matahari ini, jelas Thomas, akan mempengaruhi lingkungan ionosfer dan atmosfer bumi, hingga gangguan geomagnet antara lain ditandai dengan munculnya aurora di kawasan kutub.

"Dampak keseharian yang dirasakan manusia tidak ada, tetapi dapat memberikan gangguan pada satelit komunikasi yang menjadi sarana penting bagi manusia," katanya.

Gangguan pada dinamika atmosfer Bumi ini, belum diketahui pasti mekanismenya. Akan tetapi, diduga berkaitan dengan adanya sinar kosmik yang terpengaruh aktivitas Matahari. Selain itu, distribusi panas akan menyebabkan terjadinya perubahan daerah tekanan rendah atau tinggi dan liputan awan di Bumi.

Kondisi global ini dampaknya beragam di tingkat lokal, karena kondisi topografi setiap daerah berbeda.

Clara Yono Yatini, Kepala Pusat Sains Antariksa Lapan, belum lama ini memperkirakan aktivitas Matahari akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2013. Bintik hitam Matahari diprediksi mencapai jumlah tertinggi yaitu hingga 90 buah.

Namun, sumber lain menyebutkan hingga 170 buah, sama dengan kejadian tahun 2000.

Pengamatan Lapan dengan teropong matahari menunjukkan, gangguan cuaca antariksa terjadi, yaitu pada tahun 2000, 2003, dan tahun 2005. Dampaknya yang muncul pada tahun-tahun itu, antara lain berupa gangguan komunikasi satelit dan padamnya jaringan listrik di beberapa negara.

 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan