Isnin, 18 Mac 2013

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Warga Saudi Teken Petisi Soal Larangan Mengemudi untuk Wanita

Posted: 19 Mar 2013 03:58 AM PDT

ARAB SAUDI

Warga Saudi Teken Petisi Soal Larangan Mengemudi untuk Wanita

Selasa, 19 Maret 2013 | 10:58 WIB

RIYADH, KOMPAS.com - Sebuah petisi yang ditandatangani 3.000 warga Arab Saudi, Senin (18/3/2013), mendesak agar Dewan Syura Kerajaan menggelar debat terbuka untuk mengizinkan perempuan Saudi mengemudikan mobil sendiri. Demikian harian Arab News melaporkan.

Abdullah Al Alami, salah seorang penandatangan petisi, mengatakan komite HAM Dewan Syura kini tengah mempertimbangkan masalah izin mengemudi perempuan itu dan akan menggelar debat terkait masalah tersebut.

Namun, seorang anggota dewan yang tak mau disebutkan namanya mengatakan dia belum mendengar informasi soal petisi itu yang akan menjadi bahan diskusi dewan yang kini beranggotakan 30 orang perempuan itu.

Kerajaan Arab Saudi memberlakukan sejumlah larangan untuk kaum perempuan, termasuk larangan mengemudikan mobil.

Sejumlah perempuan bahkan sempat ditahan karena melanggar larangan mengemudi itu, termasuk seorang perempuan yang mendapatkan hukuman cambuk 10 kali pada 2011 lalu. Beruntung Raja Abdullah mengampuni perempuan itu.

Pada 17 Juni 2011, sebagai bentuk protes terhadap berbagai pembatasan terhadap perempuan, sekelompok perempuan bersikeras mengemudikan mobil sendiri.

Seruan untuk mengemudikan mobil itu disebar lewat Facebook dan Twitter, dan merupakan aksi massa terbesar sejak 1990. Akibat aksi itu, sebanyak 47 perempuan Saudi ditanhan dan mendapatkan hukuman.

 

Anak Bisa Dituntut karena Telantarkan Orang Tua

Posted: 19 Mar 2013 03:23 AM PDT

BEIJING, KOMPAS.com - Banyak anak tidak pernah mengunjungi orang tuanya yang sudah renta di sebuah rumah dengan 50 tempat tidur di kota Qufu, Provinsi Shandong di China timur. Dengan tidak berkunjung, anak-ank itu menghindari kecaman bahwa mereka tidak merawat orang tuanya , kata Yang Youling (47 tahun), kepala pusat perawatan orang lanjut usia (lansia) di kota itu, kota asal Konfusius, filsuf China yang memberi nasehat tentang berbakti kepada orang tua. "Anak-anak itu merasa malu jika terlihat," kata Yang.

Namun sebentar lagi mereka akan punya masalah baru. Mulai 1 Juli, berdasarkan sebuah undang-undang yang mengharuskan perawatan terhadap orang tua, para lansia di China bisa menuntut anak-anaknya yang tidak cukup sering mengunjungi mereka. Pemerintah China perlu menerapkan undang-undang semacam itu. Soalnya, dengan perkiraan populasi lansia di China menjadi dua kali lipat dalam 40 tahun ke depan (bisa mencapai 487 juta orang), pemerintah negara itu perlu membatasi biaya perawatan buat lansia.

"Masalah orang lanjut usia di China berada pada skala dan kecepatan yang tidak ada bandingannya dengan tempat lain di dunia," kata Yuan Xin, direktur pusat penelitian strategi pengembangan lanjut usia Universitas Nankai di Tianjin, dan anggota komite penasihat untuk aturan baru itu. "Kekhawatiran saya adalah bagaimana kita dapat memiliki pembangunan ekonomi berkelanjutan sambil tetap menjaga nilai-nilai Konfusianisme seperti menghargai dan merawat orang tua," katanya.

Secara tradisional, anak-anak China tinggal bersama orangtua mereka dan merawat mereka sesuai dengan ajaran Konghucu. Hubungan itu kini terkikis saat kebijakan satu anak meningkatkan beban pada keturunan tunggal dan orang-orang pindah ke kota-kota untuk mencari pekerjaan.

Sebagai tanggapan, pemerintah mengubah undang-undang perlindungan hak dan kepentingan orang tua pada Desember dengan memasukkan persyaratan kunjungan dan sebuah ketentuan bahwa majikan menyetujui cuti yang diperlukan, tetapi tidak menentukan seberapa sering seharusnya kunjungan itu dilakukan.

Undang-undang itu memungkinkan para orang tua menempuh jalur hukum dan melarang diskriminasi, penghinaan, perlakuan buruk dan mengabaikan orang tua. Sebuah simbolik berupa "Hari Lansia" pun ditetapkan dalam undang-undang tersebut.

Selain upaya untuk melestarikan tradisi, aturan itu merupakan kebutuhan ekonomi guna membatasi beban negara. Angkatan kerja China turun tahun lalu, dan komite nasional untuk orang lanjut usia memperkirakan jumlah orang dengan usia 60 tahun ke atas akan meningkat dari 185 juta pada 2011 menjadi 487 juta pada 2053.

"Langkah dan skala perubahan demografi dan sosial begitu besar, sebagian besar keluarga tidak punya pilihan tradisional lagi, sehingga perubahan tidak bisa dihindari," kata seorang analis kesehatan di RTI International di AS, Feng Zhanlian.

Sebagian besar perubahan berhubungan dengan mengembangkan pelayanan perawatan masyarakat lansia di daerah pesisir yang makmur, kata Zhang Xiaoyi, pengajar Universitas Shanghai Jiao Tong. Hal itu, kata dia, tidak membantu para orang tua di daerah pedesaan, di mana fasilitas kesehatan lebih buruk.

Editor :

Egidius Patnistik

Tiada ulasan:

Catat Ulasan