Selasa, 15 Januari 2013

Republika Online

Republika Online


Jangan Sembarangan Beli Sepatu Olahraga, Ini Kiatnya

Posted: 15 Jan 2013 09:08 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, Ternyata, tidak semua sepatu olahraga bisa dipakai untuk segala jenis olahraga. Pemilihan sepatu yang salah justru bisa mengakibatkan cedera.

Kadang pemandangan ini begitu jamak, seseorang berolahraga menggunakan sneakersatau sepatu casual. Padahal, menurut Brand Manager Adidas Indonesia, Cynthia Rizal, sneakersdirancang bukan untuk berolahraga, melainkan untuk aktivitas ringan saja.

Perusahaan sepatu olahraga menciptakan berbagai jenis sepatu khusus untuk setiap aktivitas olahraga. Misalnya, sepak bola, tenis, futsal, fitnes, atau joging.

Kesalahan memilih jenis sepatu olahraga bisa mengakibatkan ketidaknyamanan, lecet, atau mungkin terkilir. Bukannya memetik manfaat olahraga, malah berakhir di rumah sakit.

Cynthia memberi beberapa masukan sebelum membeli sepatu olahraga. Pertama, belilah sepatu sesuai dengan kebutuhan. Jika ingin fitnes, belilah sepatu fitnes.

Sepatu fitnes berbeda dengan sepatu khusus joging atau futsal. Biasanya sepatu untuk olahraga lebih fleksibel dengan cushionatau bantalan yang empuk.

Kedua, selalu ukur dengan tepat ketika mencoba membeli sepatu. Biasanya setiap toko olahraga selalu menyediakan pengukur kaki. Walau begitu, sebenarnya tidak ada ukuran yang tepat untuk mengetahui jarak ideal sepatu dengan ibu jari kaki, punggung kaki, dan tumit kaki. Pilihan ukuran yang terlalu longgar atau ketat bisa mengakibatkan kaki lecet atau terkilir. "Jadi, belilah sepatu yang menurut Anda paling nyaman,'' ucap Cynthia.

Pastikan untuk mencoba dulu dengan melakukan sedikit aktivitas, seperti berlari-lari kecil di toko. Ukuran kaki terkadang membesar setelah beraktivitas. Karena itu, Cynthia menyarankan membeli sepatu setelah beraktivitas.

Ini Dampak Buruk Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Posted: 15 Jan 2013 08:18 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga dewasa, kata Psikolog Irna Minauli.

"Trauma akibat kekerasan seksual pada anak ini akan sulit dihilangkan kalau tidak secepatnya ditangani oleh ahlinya," katanya di Medan Rabu, menanggapi banyaknya terjadi kekerasan seksual terhadap anak di beberapa daerah.

Ia mengatakan bahwa anak yang mendapat kekerasan seksual, dampak jangka pendeknya akan mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan.

Untuk jangka panjangnya, ketika dewasa nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seks atau bahkan yang parahnya lagi dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.

Untuk itu solusi yang terbaik, kata Irna, dari penangan medis janganlah hanya sebatas kesembuhan saja, tetapi juga pada psikologinya dan dilakukan dengan secara berkala atau intensif.

"Namun yang membuat miris, sebagian besar pelaku kekerasan seksual pada anak itu masih berkeliaran bebas karena tidak adanya pengaduan. Ini tentunya sangat kita sayangkan karena bisa jadi pelaku justru melakukan perbuatan yang sama pada anak lainnya karena tidak ada efek jera," katanya.

Menurut Data pengaduan yang diterima Komisi Penanggulangan Anak Indonesia (KPAID) Sumut selama tahun 2012 tercatat kekerasan seksual terhadap anak mencapai 46 kasus atau sekitar 27.4 persen dari 171 pengaduan yang diterima.

Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAID Sumut, Muslim Harahap mengatakan bahwa tingginya angka kekerasan seksual yang dialami anak disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya kurang maksimalnya peran penyelenggara negara dalam memberikan perkembangan hak terhadap anak.

"Bahkan, dukungan masyarakat saat ini masih katagori seremonial dan kurang adanya aksi," ujarnya.

Lemahnya koordinasi penyelenggara negara terkait pentingnya perlindungan anak, juga menjadi penyebab tingginya kekerasan seksual terhadap anak.

"Sejauh ini, masih banyak pemberitaan kekerasan seksual terhadap anak di Sumatera Utara. Beberapa kasus bahkan berhenti di tengah jalan karena adanya perdamaian.
Kondisi ini tentu saja tidak memberikan efek jera bagi pelaku sehingga tidak takut untuk melakukan kekerasan seksual, terutama bagi anak," katanya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan