Jumaat, 18 Januari 2013

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Krisis Sandera di Aljazair Belum Berakhir

Posted: 19 Jan 2013 12:09 AM PST

ALGIERS, KOMPAS.com - Krisis penyanderaan puluhan warga asing di Aljazair belum juga berakhir. Meskipun pasukan Aljazair telah melakukan operasi militer untuk membebaskan para sandera, yang ditawan kelompok militan sayap Al Qaeda itu, nasib para korban tersebut belum bisa dipastikan.

Hingga Jumat (18/1/2013), pernyataan berbeda-beda yang disampaikan pihak terkait telah mengacaukan pemahaman terhadap peristiwa dan membuat berang para pemimpin Barat.

Pemerintah Aljazair mengatakan, serangan terhadap militan telah berakhir. Namun, Kementerian Luar Negeri Inggris menyatakan, "Insiden teroris masih berlangsung." Tidak ada rincian lebih lanjut atas pernyataan-pernyataan itu.

Menteri Dalam Negeri Perancis Manuel Valls mengatakan, situasi masih tetap keruh dan tak pasti.

Para pejabat Aljazair sebelumnya mengatakan, enam sandera dan delapan milisi penyandera tewas dalam serangan hari Kamis. Sumber lain menyebutkan, 25 sandera melarikan diri dan 4 lainnya telah dibebaskan.

Kantor berita Associated Press (AP) menyebutkan, enam orang tewas, termasuk warga Inggris, Filipina, dan Aljazair.

Namun, pihak penyandera mengklaim, sedikitnya 34 sandera telah tewas dalam serangan pasukan Aljazair, Kamis.

Para sandera dari Irlandia dan Norwegia dilaporkan telah melarikan diri dari In Amenas. Namun, puluhan lainnya masih belum ditemukan, yakni para sandera dari AS, Inggris, Perancis, Norwegia, Romania, Malaysia, Jepang, Aljazair, dan para milisi itu sendiri.

"Situasi yang berkembang dan banyak detail lain pun belum jelas. Namun, tanggung jawab atas peristiwa tragis dua hari terakhir ini tetap berada di tangan para teroris yang memilih menyerang para pekerja tak bersalah, membunuh beberapa orang, dan menyandera yang lain," kata Menteri Luar Negeri Inggris William Hague.

WNI selamat

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI membenarkan bahwa ada satu warga negara Indonesia di antara para sandera. Namun, WNI bernama Andri Ansari, yang bekerja di perusahaan eksplorasi minyak BP, berhasil lolos.

Menurut juru bicara Kemlu, Michael Tene, Andri telah diterbangkan ke London, Inggris, oleh perusahaannya itu sejak Kamis dan akan dipulangkan ke Indonesia dalam waktu dekat.

Kantor berita Malaysia, Bernama, mengutip pernyataan Menlu Malaysia Datuk Seri Anifah Aman, yang membenarkan bahwa terdapat dua warga Malaysia di antara para sandera itu.

Anifah menyatakan, ia telah meminta Menlu Aljazair Mourad Medelci untuk memastikan pembebasan dan keselamatan dua warga negara Malaysia itu.

Militer Aljazair, yang memiliki banyak pengalaman memerangi kelompok garis keras, menepis tawaran bantuan asing. Hanya mereka yang melakukan operasi pembebasan para sandera dan mengendalikan informasi kepada publik, bahkan kepada para pemimpin Barat.

Dalam keadaan hidup

Wakil Menlu Jepang memanggil Duta Besar Aljazair untuk Jepang, Jumat, dan meminta agar Aljazair memprioritaskan pembebasan warganya dalam keadaan hidup.

Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe mempersingkat kunjungannya ke Indonesia untuk segera menangani krisis sandera ini. Dalam jumpa pers seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Merdeka, Jumat siang, Abe mengecam aksi terorisme di Aljazair. Menurut dia, terorisme tak boleh dibiarkan. "Kami akan terus berjuang melawan terorisme," ujarnya.

Abe menambahkan, Pemerintah Jepang bekerja sama dengan pihak terkait lainnya untuk memperoleh informasi selengkap mungkin seputar apa yang terjadi di Aljazair. Ia meminta Aljazair menjadikan perlindungan korban sebagai prioritas.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta mengaku telah berkoordinasi dengan Inggris dan Aljazair untuk memetakan situasi di lapangan dan berusaha membebaskan para sandera dalam keadaan selamat.

Sebelumnya, Pemerintah AS telah mengirim sebuah pesawat tak berawak untuk memantau situasi di ladang gas yang terletak di pedalaman Gurun Sahara, sekitar 1.200 kilometer dari ibu kota Algiers. Belum ada laporan hasil pengamatan itu.

Melarikan diri

Para milisi, yang diperkirakan berjumlah sekitar 20 orang, menyerbu ladang gas In Amenas yang dioperasikan bersama oleh BP, Statoil (Norwegia), dan Sonatrach (Aljazair), Rabu lalu. Pasukan keamanan Aljazair langsung bergerak mengepung lokasi penyanderaan itu.

Hari Kamis, pasukan Aljazair langsung menyerbu. Serangan itu dilaporkan melibatkan helikopter tempur. Algiers menyatakan, pihaknya melakukan tindakan keras karena kelompok militan itu berusaha melarikan diri dengan para sandera.

Keputusan Pemerintah Aljazair itu disayangkan negara-negara tempat para sandera berasal. Inggris, AS, dan beberapa negara lain menyatakan sama sekali tidak diberi tahu sebelumnya soal rencana serangan tersebut.

PM Inggris David Cameron sampai dua kali menelepon PM Aljazair Abdelmalek Sellal, mendesak agar setiap tindakan dikonsultasikan dulu dengan negara-negara asal para sandera.

Menteri Dalam Negeri Aljazair Dahou Ould Kablia mengatakan, kelompok militan ini berasal dari negaranya, bukan dari Mali atau Libya. Kelompok ini menamakan diri "Batalyon Darah", yang dipimpin salah satu tokoh jaringan Al Qaeda di Afrika Utara (AQIM), Mokhtar Belmokhtar. (DWA/ATO/AFP/AP/REUTERS/CAL)

Wartawan Al-Jazeera Tewas Ditembak di Suriah

Posted: 18 Jan 2013 08:19 PM PST

Wartawan Al-Jazeera Tewas Ditembak di Suriah

Sabtu, 19 Januari 2013 | 04:19 WIB

BEIRUT, KOMPAS.com — Seorang penembak gelap membunuh wartawan Al-Jazeera bernama Mohammed Hourani di Provinsi Daraa bagian selatan Suriah pada Jumat (19/1/2013). Berita tersebut dilansir stasiun televisi yang berkantor pusat di Qatar tersebut.

"Mohammed Hourani dibunuh oleh penembak gelap dari pihak rezim di Basr al-Haris, Provinsi Daraa, saat dia sedang meliput peperangan yang terjadi di daerah tersebut," demikian dikutip dari siaran Al-Jazeera.

Sebelum bergabung dengan Al-Jazeera, Hourani adalah aktivis revolusi yang ingin menurunkan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Hourani adalah wartawan kedua yang terbunuh oleh penembak jarak jauh dalam 24 jam terakhir di Suriah, yang sedang mengalami perang saudara.

Sebelumnya pada Kamis, seorang jurnalis Perancis, Yves Deaby, juga ditembak mati di bagian utara kota Aleppo. Hal ini diungkapkan Syrian Observatory for Human Rights.

Menurut perhitungan AFP dan organisasi Reporters Without Borders yang bermarkas di Paris, Perancis, setidaknya ada 20 wartawan terbunuh di Suriah selama 22 bulan konflik di negara itu. Jumlah kematian itu belum memperhitungkan kematian warga sipil lain non-jurnalis yang merekam kekerasan di Suriah untuk dikabarkan ke dunia.

Editor :

Glori K. Wadrianto

Tiada ulasan:

Catat Ulasan