Jumaat, 14 September 2012

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Bola Mata Balita Ini Membengkak dan Meletus

Posted: 14 Sep 2012 08:24 AM PDT

Bola Mata Balita Ini Membengkak dan Meletus

Penulis : Kontributor Surabaya, Achmad Faizal | Jumat, 14 September 2012 | 15:24 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Irsyadul Ibad saat ini berbaring lemah di ruang Irna Mata, RSUD dr Soetomo Surabaya sejak dua hari lalu. Balita berusia 3 tahun lima bulan ini hanya bisa terus menangis menahan sakit di kedua matanya yang membesar dan mengeluarkan cairan nanah dan darah.

Kondisi kedua mata anak pertama pasangan Fathurosyid dan Rosidah asal Desa Bele Porarebeh, Kecamatan Lenteng Sumenep ini sangat memprihatinkan. Benjolan di mata kanannya mengarah ke luar dan sepertinya akan jatuh ke bawah, sementara benjolan di mata sisi kiri mengarah ke pelipis. ''Yang sebelah kanan, sudah meletus,'' kata Fathurosyid, Jumat (14/9/2012).

Dia sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada putra keduanya itu. Dia hanya menceritakan, benjolan di matanya tiba-tiba muncul setelah Irsyad digigit seekor kucing setahun lalu, saat bermain di halaman rumah tetangganya. Karena keadaan ekonomi yang sangat terbatas, akhirnya pria yang bekerja sebagai petani dan kuli bangunan itu hanya memberikan obat seadanya kepada Irsyad.

''Sempat saya bawa ke dokter, tapi hanya diberi obat tetes dan sirup,'' terangnya.

Tidak tega melihat kondisi putranya yang kian memburuk dan benjolan yang semakin besar, akhirnya berdasarkan saran dari kerabat dan dokter di sana, Fathurrosyid dan Rosyidah bertekad membawa Irsyad ke RSUD dr Soetomo Surabaya. Sambil menunggu pemeriksaan, keduanya memilih kos di Jalan Dharmawangsa II No 24 Surabaya dengan harga Rp 35 ribu per hari.

Terlampau Girang Bisa Sebabkan Aji Pingsan

Posted: 14 Sep 2012 08:17 AM PDT

BANDUNG, KOMPAS - Aji Wijaya, bocah delapan tahun asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, lahir dengan kelainan jantung yang menyebabkannya sering pingsan. Apa pun yang membuatnya bersemangat, baik terlalu riang, terlalu gembira, terlalu capek, hingga sedih bisa membuatnya lemas dan bahkan pingsan.

Dia ditemui di Poli Anak RS Hasan Sadikin, tengah menunggu antrean berobat ke dokter penyakit jantung, Jumat (14/9/2012). Minggu ini sudah tiga kali kunjungannya ke RSHS dengan bolak balik Karawang-Bandung, mulai dari periksa, pemeriksaan, hingga kembali kontrol ke dokter.

Dia adalah anak kelima dari tujuh bersaudara dengan Jubaedah, ibu yang harus mengasuh mereka sendirian karena sang ayah sudah meninggal.

Jubaedah yang menyaksikan anaknya sibuk bermain di ruang tunggu poli anak berkisah bahwa kelainan jantung yang diderita Aji membuatnya harus waspada. Terlampau semangat bisa membuatnya terduduk lemas atau hingga pingsan dengan mata melotot dan badan kejang. Padahal, dia kerap bermain di luar rumah meski harus dibatasi agar tidak gampang capek.

"Sering dia memaksakan diri membantu membelikan barang ke warung dekat rumah. Kadang kembali dan kadang harus disusul karena dia keburu duduk lemas di pinggir jalan karena kecapekan," ujar Jubaedah.

Meski sudah berusia 8 tahun, pendidikan Aji hanya sampai taman kanak-kanak akibat dia tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah. Karena sering lemas atau bahkan pingsan, Aji akhirnya tidak bisa bersekolah padahal adiknya yang berusia tujuh tahun sudah bersekolah kelas 2 SD.

Namun, kelainan medis yang dialami Aji bukan itu saja. Ternyata sejak lahir dia tidak memiliki anus sehingga harus dioperasi dan kotorannya keluar dari lubang yang ada di perut bagian kiri.

Menurut pengamatan, Aji sepintas seperti bocah kebanyakan yang riang gembira bermain.

Jubaedah mengaku habis Rp 200.000 setiap kali datang berobat ke Bandung, kebanyakan untuk ongkos perjalanan maupun kebutuhan selama di rumah sakit. Dia beruntung karena masih disokong Jamkesda sehingga pengobatan anaknya tidak harus ditanggung.

Hanya saja, dia mengaku khawatir sewaktu dokter berkata bahwa operasi jantung Aji tidak bisa ditanggung oleh Jamkesda, begitu pula dengan operasi anus. Sang dokter hanya memberikan perkiraan biaya di atas Rp 100 juta, sementara operasi anus bisa mencapai Rp 35 juta.

"Saya tidak tahu harus mendapatkan uang dari mana. Selama ini anak tertua yang menjadi tulang punggung keluarga," ujar Jubaedah yang mulai menangis.

Meski tidak tahu bakal mendapatkan pembiayaan dari mana, Jubaedah tetap memeriksakan anaknya. Dia ingin mengusahakan yang terbaik bagi kesembuhan anaknya. Dia berharap agar ada dermawan yang bisa membantunya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan