Jumaat, 20 Julai 2012

Republika Online

Republika Online


Wuih, Ini Dia Jilbab Artis yang Makin Digemari

Posted: 20 Jul 2012 07:58 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG---Jilbab segitiga berbahan kaus digemari warga Kota Palembang sejak dipopulerkan sejumlah artis dalam beberapa bulan terakhir.

Kerudung yang kerap kali dipakai artis seperti Marshanda, Zaskia Adia Mecca, dan istri Ustazd "Solmate" dalam berbagai sinetron di televisi itu, semakin diminati menjelang bulan Ramadhan ini.

"Awalnya model jilbab segitiga ini tren di Jakarta, kemudian mulai marak di Palembang dalam beberapa bulan terakhir. Puncaknya menjelang bulan puasa ini karena remaja mulai meninggalkan jenis jilbab segitiga bermotif atau jilbab istri "Obama"," kata Alia, pedagang jilbab di Pasar 16, Palembang.

Harga jilbab itu berkisar Rp 30 ribu hingga Rp 35 ribu per potong untuk kualitas sedang, sementara untuk kualitas baik mencapai Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu per potong.

"Semakin bagus model serta banyak batu-batuannya maka akan semakin mahal. Harga di pasar tradisional cukup bersaing dibandingkan dengan di mal yang naik hingga dua kali lipat meski secara kualitas relatif sama," katanya.

Penggunaan jilbab itu, pada umumnya dikombinasikan dengan penutup kepala jenis ciput atau kerudung ninja.

Para pengguna dapat berkreasi dalam memakai kerudung itu mengingat tidak perlu membentuk segitiga seperti jilbab segi empat.

"Tidak perlu repot jika digunakan, bisa diselempangkan saja bagian ujungnya ke kiri dan ke kanan. Selain itu, cukup kain pada bagian depan tanpa khawatir leher pemakai terlihat karena sudah memakai ciput atau jilbab ninja," ujarnya.

Situasi di pasar itu dipadati sejumlah pedagang jilbab yang sebagian menawarkan bentuk segitiga, arzeti, segi empat, bentuk syal atau lainnya.

Rita, pedagang lainnya, rela beralih profesi menjadi penjual kerudung untuk memanfaatkan saat Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini.

"Semula berdagang dompet, tapi selama puasa hingga lebaran beralih jual jilbab karena lebih menjanjikan. Meski harus menyewa tempat hingga Rp 1 juta selama satu bulan ini tidak masalah karena untung yang bakal diperoleh bisa berlipat ganda," katanya.

Banyak Orang tak Sadar Terkena Hepatitis, Mengapa?

Posted: 20 Jul 2012 07:05 AM PDT

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Banyak orang tidak menyadari telah menderita penyakit Hepatits B atau Hepatitis C karena penyakit tersebut tidak menunjukkan gejala yang spesifik di tahap awal, kata Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Rino A Gani.

"Gejalanya baru muncul setelah penyakit itu parah atau lebih dari 10 tahun kemudian," katanya di Jakarta, Jumat. Lebih lanjut Rino mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak tahu karena gejalanya tidak ada, "Kalaupun ada, tidak spesifik. Gejala yang muncul seperti mual, lemas, capek tidak bisa langsung dikorelasikan dengan hepatitis".

Rino membandingkannya dengan gejala penyakit lainnya seperti jantung yang biasanya merasa nyeri di dada kiri sehingga dapat langsung ditangani namun hepatitis B dan C tidak menimbulkan gejala hingga parah yang membutuhkan waktu hingga 40 tahun.

"Penyakit ini membutuhkan waktu lama untuk jadi parah, sekitar 30-40 tahun. Sirosis hati minimal butuh 20-30 tahun, kanker hati berkembang 20-30 tahun," papar Rino.

Indonesia termasuk negara dengan prevalensi Hepatitis B dengan tingkat endemisitas tinggi yakni lebih dari 8 persen. Penderita Hepatitis B dan C di Indonesia diperkirakan mencapai 25 juta orang dengan 50 persen di antaranya menjadi penyakit hati kronik dan 10 persen lainnya menjadi kanker hati.

Sementara di dunia, sebanyak 2 miliar penduduk pernah terinfeksi Hepatitis B dan diperkirakan 240 juta di antaranya menderita Hepatitis B kronik dan sekitar 170 juta menderita Hepatitis C kronik.

"Sekitar 1,5 juta orang meninggal pertahunnya akibat Hepatitis B dan C," kata Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemkes Mohammad Subuh.

Kementerian Kesehatan mengklaim telah melakukan penanggulangan Hepatitis dengan tindak pencegahan yaitu pencegahan primer dengan melakukan promosi dan imunisasi, pencegahan sekunder dengan penapisan (screening) dan pencegahan tersier dengan mencegah keparahan dan rehabilitasi penderita.

Penapisan saat ini adalah cara yang paling efektif untuk mengetahui seseorang terjangkit hepatitis atau tidak namun faktor biaya kerap menjadi alasan seseorang terutama yang tidak mampu untuk tidak melakukannya.

Subuh memaparkan tes cepat Hepatitis B dan C membutuhkan biaya Rp 30-50 ribu per tes dan tes lanjutan membutuhkan biaya sekitar Rp 100-150 ribu.

"Tapi ini baru `screening` awal, jika ditemukan positif, harus menjalani tes-tes konfirmasi lainnya sebelum ditetapkan sebagai orang yang harus menjalani perawatan," kata Subuh.

Oleh karena masih tingginya biaya yang dibutuhkan itu, maka tidak heran jika penyakit jumlah penderita penyakit Hepatitis B dan C masih berupa "fenomena gunung es" di Indonesia.

"Diperkirakan hanya 10-20 persen saja yang terdeteksi, karena ini juga tidak menimbulkan gejala sampai kerusakan hati sudah jauh," kata Subuh.

Tiap tanggal 28 Juli diperingati sebagai Hari Hepatitis Dunia yang merupakan hari lahir dari Dr. Baruch S Blumberg, penerima Hadiah Nobel karena menemukan virus dan vaksin Hepatitis B.

Untuk tahun 2012, peringatan Hari Hepatitis Dunia mengambil tema "It`s Closer than You Think" yang di Indonesia diterjemahkan menjadi "Masalah Hepatitis Sudah di depan Mata" yang menunjukkan betapa penyakit tersebut membutuhkan penanganan yang lebih serius dari yang ada saat ini.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan