Selasa, 1 Mei 2012

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Anak berkebutuhan khusus ditargetkan dapat pendidikan

Posted: 01 May 2012 06:31 AM PDT

Rembang, Jateng (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menargetkan seluruh anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia mendapat akses pendidikan tingkat dasar menengah dalam tiga tahun lagi.

"Jumlah ABK kita sekitar 300.000 anak yang berusia di tingkat sekolah dasar dan menengah. Yang sudah mendapatkan layanan pendidikan sebanyak 110.000 anak," kata Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Kemdikbud Mudjito di sela seminar nasional Pendidikan Inklusif di Rembang, Jateng, Selasa.

Anak dengan kebutuhan khusus meliputi anak dengan daya penglihatan lemah, lambat belajar, autis, tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita ringan dan kelainan lainnya,

Pada acara itu juga dilakukan perjanjian kerjasama antara Dinas Pendidikan Kabupaten Rembang dan Plan Indonesia (LSM yang menaruh perhatian terhadap pendidikan anak) mengenai pendidikan inklusif.

Mudjito mengatakan ABK yang mendapatkan akses pendidikan tersebut bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) dan sekolah inklusi (sekolah reguler yang juga menampung ABK namun dengan perbedaan perlakuan).

Mudjito mengatakan bahwa seluruh ABK diharapkan sudah mendapat akses pendidikan dalam waktu tiga tahun lagi.

Ia mengatakan saat ini ada sekitar 2.000 sekolah setingkat SD dan SMP yang merupakan sekolah inklusi. Ditargetkan seluruh sekolah di Indonesia juga menjadi sekolah inlklusi.

Mudjito mengatakan Rembang dapat dijadikan contoh model pengembangan sekolah inklusi. Kerjasama Pemprov Jateng, Pemkab Rembang dan Plan Indonesia dapat mempercepat gerakan pemberian akses pendidikan bagi ABK. "Saya kira Rembang bisa menjadi contoh. Semua terlibat," katanya.

Sementara itu Plan Indonesia menyatakan akses pendidikan bagi ABK masih terbatas walaupun peraturan Mendiknas No.70/2009 tentang pendidikan inklusif sudah tiga tahun dikeluarkan.

"Hingga saat ini sekolah yang mau dan mampu menerima ABK masih sangat terbatas. Padahal melalui Permendiknas ini diatur pendidikan yang menerima semua anak dalam satu layanan pendidikan, termasuk di dalamnya anak dengan kebutuhan khusus," kata Kepala Program Plan Indonesia Nono Sumarsono.

Untuk Rembang, data Dinas Pendidikan Rembang menyebutkan pada 2008 terdapat sekitar 1.000 anak berkebutuhan khusus yang tidak memperoleh pendidikan.

Plan berkepentingan memperjuangkan akses pendidikan yang sama bagi semua anak antara lain dengan meluncurkan program percontohan sekolah inklusif di Kabupaten Rembang.

Plan mengharapkan program percontohan sekolah sekolah inklusi nantinya dapat diterapkan di sekolah-sekolah reguler lainnya secara meluas.

Sementara itu Pelaksana Proyek Pendidikan Inklusif Plan, Adrian mengatakan organisasinya akan melakukan pelatihan-pelatihan meningkatan kompetensi dalam menangani ABK kepada tenaga pengajar di 12 sekolah dasar.

Dari 12 sekolah tersebut, enam sekolah sudah memiliki pendidikan inklusif. Di Rembang sendiri saat ini ada sebanyak 18 sekolah inklusi.

Ia mengatakan kompetensi para guru merupakan salah satu mendasar yang perlu ditingkatkan.

Adrian mengatakan pihaknya juga mendorong terciptanya model sekolah inklusi yang baik sehingga bisa pula diterapkan di sekolah lainnya.
(T.U002/Z002)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

MK : PNS wajib mundur ikut pemilu konstitusional

Posted: 01 May 2012 06:26 AM PDT

Mahfud MD (FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf)

Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi menyatakan kewajiban mengundurkan diri bagi pegawai negeri sipil yang akan ikut pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.

Hal ini terkait dengan penolakan permohonan yang diajukan oleh Muhammad Abduh Zen yang menguji Pasal 12 Huruf k beserta penjelasan dan Pasal 67 Ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

"Menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud Md. saat membacakan putusannya di Jakarta, Selasa.

Dalam permohonannya, Muhammad Abduh Zen merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 12 Huruf k beserta penjelasan dan Pasal 67 Ayat (2) UU No.10/2008. Pasal 12 Huruf k jo Pasal 67 Ayat (2) UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mewajibkan calon anggota DPD yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mengundurkan diri secara permanen saat mencalonkan diri.

Dosen PNS Universitas PGRI Palembang ini mengundurkan diri karena mencalonkan diri sebagai anggota DPD pada Pemilu 2009.

Namun, Abduh tidak terpilih menjadi anggota DPD dan menyatakan menilai pasal itu bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 dan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengembalikan kedudukannya sebagai dosen PNS Universitas PGRI Palembang dengan pangkat IIIc.

Terkait dengan permohonan ini, MK menyatakan Pasal 12 Huruf k beserta penjelasannya dan Pasal 67 Ayat (2) Huruf h UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD berlaku kepada setiap warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai PNS.

Hak untuk memilih dan dipilih harus dikaitkan dengan kewajibannya yang harus ditaati karena posisinya (sebagai PNS) sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, kata Harjono saat membacakan pertimbangan mahkamah.

"Dengan demikian, keharusan mengundurkan diri itu bukanlah mengurangi hak asasi seperti diatur di dalam UUD 1945, melainkan konsekuensi yuridis dari pilihan untuk berpindah dari birokrasi pemerintahan ke dalam jabatan politik (anggota DPD)," kata Harjono.

Ia menegaskan bahwa kewajiban PNS mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai anggota DPD bisa dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif pembatasan hak asasi manusia (HAM) dalam undang-undang dan perspektif sebagai kewajiban hukum.

Perspektif pembatasan HAM, keharusan mengundurkan diri merupakan pembatasan HAM berdasarkan undang-undang sesuai dengan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945, HAM dapat dibatasi dengan undang-undang.

"Ketika seseorang telah memilih menjadi PNS, dia terikat dengan aturan birokrasi pemerintahan sehingga ketika dia mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD, maka undang-undang dapat menentukan syarat-syarat yang dapat membatasi hak-haknya sebagai PNS sesuai dengan sistem politik dan ketatanegaraan yang berlaku," katanya.

Sementara dari perspektif kewajiban, kata dia, keharusan mengundurkan diri sebagai PNS tidak harus diartikan membatasi HAM karena tidak ada HAM yang dikurangi dalam konteks kasus ini.

"Ini sebagai konsekuensi yuridis atas pilihannya (pemohon) sendiri untuk masuk ke arena pemilihan jabatan politik sehingga wajib mengundurkan diri dari PNS guna mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang birokrasi pemerintahan," kata Harjono menjelaskan.

Menurut Mahkamah, perspektif yang mana pun yang akan dipergunakan, kewajiban mengundurkan diri bagi PNS yang akan ikut pemilihan anggota DPD bukanlah pelanggaran hak konstitusional.
(T.J008/D007)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan