Khamis, 20 Oktober 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Hasan Minta Penangguhan Penahanan

Posted: 20 Oct 2011 12:59 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa Masyhuri Hasan, mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK), mengajukan penangguhan penahanan kepada majelis hakim yang mengadili perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2011). Permohonan itu disampaikan melalui surat saat sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum.

Alasan kelima, LPSK sudah menerima permohonan perlindungan Hasan. Kita juga menjamin Hasan akan hadir pada setiap proses persidangan.

-- Edwin Partogi

Edwin Partogi, pengacara Hasan, mengatakan, alasan permohonan itu lantaran kliennya bersikap kooperatif sejak awal proses penyidikan di Bareskrim Polri. Alasan keduanya adalah kondisi kesehatan orangtua Hasan yang menurun pascapenahanan dirinya. Alasan ketiga, lanjut Edwin, tersangka lain dalam kasus sama, yakni Zainal Arifin Hoesein (mantan Ketua Panitera MK), tidak ditahan. Alasan keempat, kasus yang melibatkan Hasan tidak menyangkut kekerasan, dan peristiwa yang dituduhkan sudah berlangsung lama.

"Alasan kelima, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah menerima permohonan perlindungan Hasan. Kita juga menjamin Hasan akan hadir pada setiap proses persidangan dan membantu setiap proses hukum. Kita juga menjamin Hasan tidak melarikan diri, mengulangi perbuatan, atau menghilangkan alat bukti," ungkap Edwin.

Edwin mengatakan, permohonan penangguhan ini baru kali pertama diminta Hasan. Saat ditahan kepolisian di Rutan Bareskrim Polri dan ditahan kejaksaan di Rutan Salemba, Hasan tak mengajukan permohonan penangguhan.

Seperti diberitakan, Hasan didakwa memalsukan surat penjelasan keputusan MK terkait sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I (Sulsel I). Menurut jaksa, konsep surat itu dibuat Zainal.

Akibat surat itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat menetapkan Dewi Yasin Limpo sebagai calon anggota legislatif terpilih dari Sulsel I. Belakangan, keputusan itu dibatalkan setelah MK menjelaskan bahwa surat yang dipakai dalam rapat pleno KPU palsu. Hasan dijerat Pasal 263 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang membuat surat palsu.

Full content generated by Get Full RSS.

Andi Nurpati Pernah Bacakan Surat MK

Posted: 20 Oct 2011 09:58 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum mengatakan bahwa Andi Nurpati pernah membacakan surat penjelasan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I di halaman parkir salah satu stasiun televisi.

Hal itu terungkap dalam dakwaan untuk terdakwa Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK. Dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum yang diketuai Ketut Winawa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2011).

Hasan didakwa Pasal 263 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang membuat surat palsu. Substansi surat tertanggal 17 Agustus itu menyangkut jumlah suara untuk pemohon, yakni Partai Hanura di Daerah Pemilihan Sulsel I. Substansi surat itu sama dengan amar keputusan MK nomor 84.

Jaksa menjelaskan, surat itu diantarkan oleh staf MK Nallom Kurniawan dan Hasan pada 17 Agustus malam. Ikut diantarkan pula surat penjelasan keputusan perkara lain bernomor 113 .

Setelah membaca surat itu, kata jaksa, Nurpati berkomentar, "Kalau tidak dapat kursi, kenapa dikabulkan?" Hasan diam saja. Hasan lalu menyerahkan surat itu kepada Aryo, supir Nurpati. Keesokan harinya, Nurpati meminta Aryo menaruh dua surat itu di meja Mat Nur, staf Komisi Pemilihan Umum (KPU). Nur kemudian menyerahkannya ke Nurpati.

Nurpati lalu meminta Nur menyerahkan surat nomor 113 kepada Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary. "Yang ini (surat nomor 112 ) nanti dulu, simpan," kata Jaksa ketika membaca dakwaan.

Empat hari sebelum menerima surat tertanggal 17 Agustus, Nurpati telah menerima surat penjelasan perkara yang sama dari Hasan. Nomor surat itu sama, yakni 113, tertanggal 14 Agustus. Substansi surat itu juga berbeda dari amar putusan MK, yakni penambahan suara untuk Partai Hanura.

Konsep surat tertanggal 14 Agustus, menurut jaksa, dibuat oleh Zainal Arifin Hoesein (saat itu Ketua Panitera MK) dan diketik oleh Hasan. Namun, konsep surat itu belum sempat dicetak  atau masih tersimpan di laptop.

Hasan kemudian mencetak surat itu setelah diminta Nurpati dan Nessyawati (anak hakim Arsyad Sanusi) untuk segera mengirimkan surat itu karena akan digunakan dalam rapat pleno KPU. Hasan menyalin tanda-tangan Zainal, lantas menyalin ke surat, serta diberi tanggal. Hasan mengirim surat itu melalui faksimile ke nomor faksimile di ruang kerja Nurpati.

Surat palsu di rapat pleno

Jaksa mengatakan, Nurpati pernah membacakan surat MK nomor 113 tertanggal 17 Agustus 2009 di halaman parkir stasiun televisi JakTV, Jakarta Selatan. Waktu itu Nurpati masih menjabat komisioner KPU.

Menurut jaksa, meski sudah membaca surat tertanggal 17 Agustus di JakTV, Nurpati membacakan surat tertanggal 14 Agustus dalam rapat pleno tanggal 21 Agustus. Karena substansi surat itu adalah penambahan suara, suara Partai Hanura bertambah di tiga kabupaten, yakni Takalar, Gowa, dan Jeneponto.

"Hasil keputusan rapat pleno yang dipimpin oleh Andi Nurpati adalah Hanura memperoleh satu kursi di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I dengan calon terpilih Dewi Yasin Limpo," kata jaksa.

Keputusan itu kemudian dibatalkan oleh MK setelah MK mengirimkan surat penjelasan bahwa surat tertanggal 14 Agustus adalah palsu. KPU lalu meralat dengan memberikan kursi kepada calon legistatif dari Partai Gerindra, Mestaryani Habie.

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan