Rabu, 12 Oktober 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Tuti Segera Dihukum Pancung di Saudi

Posted: 12 Oct 2011 09:48 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Seorang tenaga kerja Indonesia asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati, sedang menunggu hukuman pancung di Arab Saudi yang direncanakan setelah Idul Adha.

Koordinator Migrant Care Wahyu Susilo menuturkan, di Jakarta, Rabu (12/10/2011), Tuti adalah satu dari lima TKI yang sudah mendapat vonis tetap hukuman mati.

"Tuti sering dilecehkan oleh majikan lelaki. Satu ketika, Tuti yang asal Majalengka, Jawa Barat, ini melawan dan memukul majikan lelaki dengan kayu hingga tewas. Dia buron dan kemudian ditangkap polisi Saudi. Dia dipenjarakan di kota Thaif dan kini menanti hukuman mati," ucap Wahyu.

Menurut Wahyu, saat ini setidaknya ada 26 buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di Arab Saudi dan 5 di antaranya telah mendapat vonis tetap hukuman mati, yaitu Tuti Tursilawati, Sutinah, Siti Zaenab, Aminah, dan Darmawati.

"Bagi Pemerintah Indonesia, seruan Komisi Tinggi HAM PBB  harus menjadi momentum untuk upaya pembebasan mereka yang terancam hukuman mati, khususnya Tuti Tursilawati yang dikabarkan akan menjalani eksekusi mati setelah hari raya Idul Adha," ujar Wahyu.

Ia menambahkan, Komisi Tinggi HAM PBB, melalui juru bicaranya Rupert Colville di Jenewa, Swiss, hari ini mengeluarkan pernyataan sikap mengenai hukuman mati di Arab Saudi setelah minggu lalu mengeksekusi mati (memancung) 8 buruh migran asal Banglades secara bersamaan.

Sepanjang tahun 2011, setidaknya 58 orang, 20 orang di antaranya adalah pekerja asing (buruh migran), termasuk Ruyati asal Indonesia, telah menjalani eksekusi mati di negara itu.

Hal itu merupakan sebuah ironi, mengingat dari 193 negara anggota PBB, 140 negara telah menghapuskan hukuman mati dalam sistem pemidanaan mereka, atau setidaknya melakukan moratorium hukuman mati.

Untuk itu, Komisi Tinggi HAM PBB meminta Arab Saudi untuk menghormati standar HAM internasional dengan menghapuskan hukuman mati atau moratorium hukuman mati. 

Seruan Komisi Tinggi HAM PBB tersebut semestinya menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Arab Saudi, dan juga Pemerintah Indonesia yang banyak warganya menghadapi ancaman hukuman mati di negara itu.

Full content generated by Get Full RSS.

Jangan Bermanuver supaya Jadi Menteri

Posted: 12 Oct 2011 09:32 AM PDT

Jangan Bermanuver supaya Jadi Menteri

Khaerudin | Nasru Alam Aziz | Rabu, 12 Oktober 2011 | 22:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso meminta jangan sampai ada pihak-pihak yang bermanuver supaya dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi menteri dalam rencana perombakan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Partai politik juga diminta Priyo untuk tidak ikut menekan Presiden dalam menentukan siapa saja menteri yang akan diganti dan dipilih untuk duduk di kabinet.

"Saya sarankan juga pihak-pihak lain jangan bermanuver ingin jadi menteri. Biasa saja. Kenapa begitu? Karena itu hak prerogatif Presiden," tutur Priyo, hari Rabu (12/10/2011) di Jakarta.

Menurut Priyo, pergantian menteri di kabinet sepenuhnya hak Presiden. Berbeda dengan jabatan lembaga lain seperti Kepala Polri, Panglima TNI, Gubenur Bank Indonesia, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi, hingga Komisi Yudisial. "Kalau itu, Presiden kita haruskan berunding dengan DPR untuk mencari yang terbaik. Tetapi, kalau untuk menteri, saya juga menyarankan kepada partai-partai politik, kita percayakan saja kepada Presiden lewat mekanisme yang ada," katanya.

Priyo mengatakan, kalau boleh menyarankan, Presiden sebaiknya merombak kabinetnya dengan alasan peningkatan kinerja, profesionalitas dan mengganti menteri lama dengan orang-orang yang mumpuni. "Presiden mungkin bisa menolak tekanan dari siapa pun untuk urusan memilih ini," ujar Priyo.

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan