Jumaat, 31 Mei 2013

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


La Paloma, Bukan Sekadar Romantisme Masa Lalu...

Posted: 31 May 2013 08:16 AM PDT

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Bukan hal yang aneh jika melihat penampilan seorang seniman atau musisi dengan rambut gondrong bahkan gimbal, celana jins belel dan sedikit nyentrik. Pastilah bisa ditebak kalau aliran musiknya, "paling halus" adalah slow rock.

Namun percayakah Anda jika melihat penampilan musisi seperti yang digambarkan di atas, tapi alirannya adalah musik keroncong? Itulah yang bisa Anda lihat dari personil-personil grup music Orkes Keroncong (OK) La Paloma. Sebuah grup music dengan aliran keroncong yang dimainkan oleh para musisi berpenampilan punk rock yang masih berusia muda.

Rabu (29/5/2013) malam lalu, tepuk tangan gemuruh membahana di Nacha Café, Kota Banda Aceh. Mengalahkan deru angin yang dingin malam itu.

Lagu Keroncong Kemayoran baru saja dilantunkan vokalis bermata indah, Rizki (20). Dikemas dengan gaya khas La Paloma yang modern, keroncong yang pernah popular lewat vocal aktor lawas Benyamin Sueb ini pun menarik perhatian pengunjung. Tak ada protes sedikitpun ketika aliran musik ini mengalir, bahkan yang ada hanya decak kagum plus standing ovation dari penonton.

Nacha Café adalah café kesekian yang sudah disinggahi La Paloma dalam roadshow-nya di Banda Aceh hampir sepekan lalu. Dan antusias penonton tak pernah sedikit, walau para penontonnya adalah anak-anak muda.

"Wah, kalau mama saya ada di sini malam ini, beliau pasti bahagia luar biasa, pastinya memori tempo dulu kembali dirasa nyata, tapi bagi saya musik keroncong malam ini tidak hanya menjadi memori romantisme para generasi tua, tapi juga suguhan menarik bagi orang-orang muda di sini," ungkap Riska seorang mahasiswa jurusan Keperawatan di Universitas Negeri di Banda Aceh.

La Paloma sendiri adalah grup musik keroncong bentukan Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang Sumatera Barat. La Paloma baru berusia setahun. Dosen musik sekaligus pengasuh La Paloma, Desrilland, mengatakan berdirinya grup musik La Paloma ini murni atas inisiatif para mahasiswa yang kini menjadi personil di La Paloma.

"Awalnya pun saya agak terkejut ketika mereka mengajukan ide untuk membentuk grup musik keroncong, saya sempat menunda keputusan untuk menyetujui ide mereka, dan itu berlangsung hampir sebulan. Namun akhirnya hati saya terketuk, bahwa ini bukan sekadar niat, tapi ini adalah sebuah upaya melestarikan budaya Indonesia," kata Desrilland.

Rizki, sang vokalis mengatakan, La Paloma sendiri memiliki arti "Burung Merpati". Ini diambil dari kata dalam bahasa Spanyol. "Merpati itu adalah jenis burung yang selalu ingat akan asalnya, meski terbang jauh tetap kembali ke rumah asalnya, dan filosofi ini yang kita ambil saat memutuskan nama La Paloma," ujar mahasiswi semester dua di ISI Padang Panjang.

Suksesnya kelompok anak muda membentuk orkes keroncong ini, sebut Dede (panggilan akrab dari Desrilland) membuktikan bahwa musik keroncong ternyata bukan hanya milik generasi tua saja. "Jadi menyanyikan atau menikmati musik keroncong bukan hanya sekadar romanstisme masa lalu, tapi lebih dari itu, ini adalah sebuah bentuk kecintaan, yang meski tertutup oleh apapun, namun dia tetap bisa muncul ke permukaan," ungkap Dede.

Musisi Senior Aceh, Rafly mengaku kehadiran musik keroncong di Kota Banda Aceh adalah upaya menggali kembali khazanah musik di Tanah Rencong yang sebelumnya sempat terkubur.

"Saya sangat apresiasi dengan kehadiran grup musik ini, walau grup ini bukan berasal dari Aceh, tapi kehadiran mereka kembali menyadarkan kita bahwa sesuatu yang pernah hilang dari kehidupan seni di Aceh kini dihadirkan kembali," ujarnya.

Didaulat berduet dengan La Paloma, Rafly menyanyikan tembang Aceh berjudul "Tanoh Lon Sayang" dengan begitu sempurna. "Sungguh ini kesempatan yang luar biasa bagi saya pribadi dan juga La Paloma untuk bisa berduet dengan musisi aceh dan menyanyikan lagu Aceh yang kita aransemen dengan irama keroncong, ini luar biasa," ujar Rizki lagi.

La Paloma merencanakan, selain roadshow se-Sumatera, grup musik yang terdiri dari 11 personil ini berharap bisa melakukan perjalanan keliling Indonesia sambil terus menggaungkan gema musik keroncong. Selain Keroncong Kemayoran, La Paloma juga menyanyikan lagu-lagu andalan mereka seperti lagu asal Spanyol berjudul "La Paloma", "Cafrinho", dan "Bungo Parawitan", bahkan lagu Aceh yang berjudul "Bungong Jeumpa".

Editor : Glori K. Wadrianto

"Smoking Area" Kini Jadi Gudang, Bahkan Warung

Posted: 31 May 2013 08:03 AM PDT

PAMEKASAN, KOMPAS.com - Beberapa tempat khusus merokok (smooking area) yang dibangun oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, kini sudah beralih fungsi. Ruangan segi empat yang dibuat dari kaca dan aluminium itu, sudah bukan lagi menjadi tempat khusus perokok.

Ruang-ruang itu kini menjadi ruang tunggu khusus warga lanjut usia, gudang dan ruang tunggu keluarga pasien di beberapa puskesmas dan rumah sakit, bahkan warung makan.

Di Terminal Ronggosukowati misalnya, smooking area kondisinya sudah rusak dan tidak menjadi tempat khusus bagi perokok. Sementara perokok bisa bebas merokok di sembarang tempat.

Di Kantor Pemda Pamekasan, ruang rokok sudah menjadi tempat makan bagi karyawan. Lalu, di Puskesmas Larangan sudah menjadi gudang penyimpanan barang.

Miftahul Arifin, warga Kabupaten Sumenep di Terminal Ronggosukowati menilai, "smooking area" itu tak terlihat sebagai tempat khusus bagi perokok. Sebab dilihat dari luar, bangunan berbentuk segi empat itu lebih tepat menjadi ruang tunggu penumpang yang menunggu kedatangan bus ke luar kota.

"Saya lihat orang masih bebas merokok di sembarang tempat, dan saya tidak tahu kalau ada tempat khusus bagi perokok," ungkapnya.

Smooking area dibangun oleh Dinkes Pamekasan tahun 2009 lalu menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT). Bangunan tersebut dibuat untuk mengurangi dampak negatif yang diakibatkan rokok.

Kepala Dinkes Pamekasan Ismail Bey, Jumat (31/5/2013) mengatakan, berbagai imbauan kepada masyarakat agar menggunakan smooking area yang ada di 11 instansi sudah disampaikan. Namun, imbauan tersebut masih belum dihiraukan oleh masyarakat. "Seakan-akan smooking area itu percuma dibangun, padahal jika dilihat manfaatnya sangat bagus," sambung Ismail.

Terkait dengan berubahnya fungsi smooking area, Kepala Dinkes menegaskan, hal itu bukan lagi menjadi tanggungjawabnya. "Kalau di terminal berarti menjadi tanggungjawabnya Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika untuk merawatnya," tegasnya.

Kembali ditegaskan Ismail, jika ada yang rusak maka instansi yang bersangkutan pula untuk merawatnya. "Sekarang sudah tidak ada anggarannya lagi untuk smooking area," ujar Ismail.

Editor : Glori K. Wadrianto

Tiada ulasan:

Catat Ulasan