Rabu, 15 Mei 2013

ANTARA - Berita Terkini

ANTARA - Berita Terkini


Presiden Myanmar lakukan kunjungan bersejarah ke AS

Posted: 15 May 2013 07:35 PM PDT

Washington (ANTARA News) - Gedung Putih menyatakan akan menyambut kunjungan bersejarah Presiden Myanmar, Thein Sein, ke Amerika Serikat (AS) Senin mendatang, sebagai simbol penghargaan Presiden Barack Obama untuk mendorong reformasi di negara yang lama menderita itu.

Presiden Thein Sein, mantan jenderal yang mengejutkan banyak kritikus dengan mengantarkan perubahan demokratis di negaranya, akan menjadi pemimpin pertama Myanmar yang mengunjungi Washington sejak tahun 1966, demikian laporan AFP.

Menurut Gedung Putih, Obama akan menanyakan kepada Thein Sein bagaimana AS dapat membantu negaranya menghadapi "banyak tantangan yang tersisa untuk upaya mengembangkan demokrasi, mengatasi ketegangan komunal dan etnis serta membawa peluang ekonomi."

"Kunjungan Presiden Thein Sein menegaskan komitmen Presiden Obama untuk mendukung dan membantu pemerintah yang membuat keputusan penting untuk merangkul reformasi," kata Gedung Putih dalam satu pernyataan Rabu (15/5).
 
Kunjungan itu terjadi setelah kunjungan Obama ke Myanmar pada November 2012.

Pemerintah Obama telah menghentikan sebagian besar sanksi terhadap Myanmar sebagai bagian dari diplomasi yang diluncurkan pada tahun 2009 untuk memberikan insentif bagi reformasi.

Pernyataan itu menyebut Thein Sein sebagai Presiden Myanmar --bukan Burma--, yang biasa digunakan pemerintah AS.

Pemimpin negara itu sudah lama menganjurkan penggunaan nama Myanmar bukan nama kolonial tua, yang disukai oleh banyak orang buangan dan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi.

Penerjemah: Askan Krisna

Gedung Putih rilis surel-surel Benghazi

Posted: 15 May 2013 07:34 PM PDT

Washington (ANTARA News) - Gedung Putih merilis surel-surel setebal 100 halaman berisi korespondensi para pejabat tinggi mengenai serangan ke misi diplomatik AS di Libya di Benghazi beberapa tahun lalu.  

Rilis dokumen ini adalah upaya nyata untuk meredakan keluhan kubu Republik bahwa Gedung Putih awalnya menyebut serangan yang menewaskan empat diplomat AS itu sebagai akibat dari demonstrasi spontan biasa, bukan serangan kelompok ekstrem.

Dari data itu terlihat bahwa CIA, bukan pejabat senior Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri, yang memimpin pembahasan masalah dan menghilangkan informasi kunci mengenai kemungkinan serangan kaum ekstremis.

Rujuan Alqaeda dan kaum ekstremis berbasis di Libya yang telah dihilangkan dari materi-materi pembicaraan ini kemudian digunakan Duta Besar AS di PBB Susan Rice dalam bincang-bincang kontroversial mengenai serangan tersebut pada satu stasiun televisi AS.

Sebelumnya Gedung Putih menolak mengungkapkan surel-surel antara para anggota Dewan Keamanan Nasional Presiden Barack Obama, Departemen Luar Negeri, CIA dan lembaga-lembaha lainnya, demikian AFP.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan