Ahad, 12 Ogos 2012

KOMPASentertainment

KOMPASentertainment


Merayakan 50 Tahun James Bond

Posted: 12 Aug 2012 10:21 AM PDT

LONDON, KOMPAS.com -- Merayakan 50 tahun James Bond adalah merayakan kepiawaian, imajinasi, dan ambisi para sineas serta desainer yang menciptakan karakter sekuat dan sepopuler James Bond. Selama 50 tahun sejak film pertama yang dibintangi aktor Sean Connery, Dr No, dirilis 5 Oktober 1962, James Bond bergaung melebihi aksinya di bioskop.

Barbican Centre, pusat kesenian dan kebudayaan di Silk Street London, bekerja sama dengan EON Production Ltd menggelar ekshibisi Designing 007: Fifty Years of Bond Style pada 6 Juli-5 September 2012. Ekshibisi ini mengeksplorasi proses kreatif semua pihak yang terlibat, sejak berupa cetak biru hingga menjadi satu produk sinema. Pameran ini menjadi pemanasan sebelum pemutaran Skyfall, film Bond yang ke-23 pada 26 Oktober 2012, menandai ulang tahun emasnya.

"James Bond tidak hanya bergaung di bioskop. Lebih dari itu, Bond juga menyampaikan kemewahan Inggris dengan sangat jelas. Latar, properti, dan kostum yang didesain selama bertahun-tahun membantu mendorong lisensi Bond menjadi benda ikon," kata Bronwyn Cosgrave, dari tim pameran Barbican Centre. 

Sebelum arena pameran, sederet poster film James Bond sejak Dr No (1962) hingga Quantum of Solace (2008) menyapa pengunjung. Setelah itu, pengunjung bertemu patung Sean Connery yang bersandar di mobil, berjas karya Anthony Sinclair yang potongan bajunya dikenal sebagai conduit cut.

Dulu, sutradara Terence Young membawa Connery ke tukang jahit di Mayfair dan keluar dengan busana necis khas Bond sebelum berpose dengan mobil DB5 Aston Martin 1964.

Gaya Bond di Dr No dengan celana ramping dan jas pas badan menonjolkan tubuh nan atletis ini kemudian menjadi ikon. Inilah Bond. Bukan Bond jika tidak bergaya seperti ini, ramping dan atletis. Dari film ke film, setelan jas dan celana tersetrika rapi ini sangat khas.

Poster-poster dan patung Connery ini jadi daya tarik agar tamu mau membayar untuk menonton pameran. Setelah membayar 12 pound (sekitar Rp 178.000), pengunjung ekshibisi akan mendapat semua hal mengenai proses mendesain Bond, lengkap aneka cuplikan filmnya dari tahun 1962 hingga 2008.

Film Goldfinger, (1964) misalnya, termasuk film terbesar Bond karena meraup penghasilan sangat cepat. Dua pekan setelah dirilis, produser Goldfinger mendapat kembali biaya produksinya yang 3 juta dollar AS. Sejak saat itu, Bond menjadi satu fenomena budaya pop yang hanya tersaingi ketenaran band The Beatles. Pameran ini juga menampilkan buku karya Ian Fleming, yang menjadi gagasan cerita film Bond.

Mayoritas pengunjung yang berusia matang paham betul detail filmnya. Turis dari AS, Matt Howard (50), berujar, "Properti yang dipajang mengingatkan pada film-film yang hampir semuanya pernah saya tonton. Ini pameran nostalgia."

Howard menyukai Bond karena karakter tokoh-tokohnya yang konsisten serta berbagai aksesori dan properti yang kadang-kadang di luar dugaan. Apalagi, semua dibuat dengan serius dan detail. Sungguh, pameran ini patut dikunjungi pencinta Bond.

Susi Ivvaty dari London, Inggris

Lennon Memang Tidak Sendirian

Posted: 12 Aug 2012 10:21 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com -- I hope someday you'll join us... And the world will be as one...

Sepotong impian John Lennon yang tertuang dalam lagu "Imagine" itu terwujud dalam album Herbie Hancock-The Imagine Project. Pemusik jazz kawakan Herbie Hancock (72) mengajak seniman dari berbagai belahan dunia untuk berdialog, berkolaborasi memadu rasa dalam musik.

Herbie, antara lain, mengajak seniman dari Afrika, Eropa, dan Amerika untuk memainkan "Imagine." Mereka, antara lain, Konono No 1, sebuah kelompok musik asal Kinshasa, Kongo, Afrika, yang memainkan perkusi dari barang rongsokan. Dari Afrika, Herbie juga mengajak Oumou Sangaré, penyanyi asal Mali. Pada lagu yang sama, ikut bergabung pula ber-"Imagine" gitaris top asal Inggris,

Jeff Beck. Ada pula seniman bas idola para bassist, yaitu Marcus Miller.

Coba "bayangkan" sentuhan gaya nyanyi Afrika, dengan rentak yang menyulut orang untuk bergoyang itu direspons oleh Jeff Beck dan Herbie Hancock. Hasilnya sangat padu, seperti kata Lennon dalam lagu "Imagine" bahwa dunia akan menyatu.

Lintas budaya 

Album yang memuat 10 lagu ini secara tematis disemangati oleh pencarian keindahan dalam keberagaman, kebersamaan. Latar kebangsaan, bahasa, genre musik, dan instrumen musik tidak menjadi sekat yang memisahkan. Persis kata Lennon dalam lagunya ... Above us is only sky...

Dalam "Tamatant Tilay/Exodus", Herbie melibatkan tiga seniman dari tiga negeri dengan rasa musik masing-masing. Ia menyatukan Tinariwen sebuah kelompok musik dari Gurun Sahara yang kental warna Arab-nya. Kemudian diajak pula K'naan, penyanyi rap asal Somalia. Plus Los Lobos, kelompok musik Amerika yang membawa rasa chicano alias bau-bau kultur Meksiko. Hasilnya adalah paduan bunyi-bunyian yang unik, milik sebuah kampung besar bernama dunia.

Dialog lintas kultur juga terjadi pada "The Times, They are A'Changin", di mana Herbie mempertemukan The Chieftains, kelompok musik tradisional dari Dublin. Mereka memainkan instrumen khas Irlandia, seperti alat tiup uileann pipes dan bodhran. Pada komposisi yang sama, Herbie juga mengajak Toumani Diabaté, seniman asal Mali, yang memainkan kora, instrumen petik tradisi Mali.

Menarik disimak bagaimana Herbie dengan pianonya merespons setiap ekspresi musik yang berbeda-beda itu. Ia tidak menjadikan instrumen di luar piano sebagai alat musik asing. Ia juga tidak menonjolkan instrumen seperti kora atau bodhran dari aspek eksotika bunyi. Herbie menempatkan setiap instrumen itu sebagai cara berekspresi yang berbeda. Masing-masing mau mendengarkan.

Mau mendengar

Herbie peka, mendengar dan menyerap setiap ekspresi orang lain. Ia, misalnya, sangat responsif menyerap gaya samba penyanyi Brasil bernama Ceu

dalam lagu "Tempo de Amor". Ia juga sangat nyaman menghadapi musisi blues-soul Susan Tedeschi dalam lagu "Space Captain." Pada lagu ini terjadi trading atau saling bertukar improvisasi pendek antara piano Herbie dan organ Hammond B-3 yang dimainkan Kofi Burbridge. 

Herbie, dalam wawancara dengan Kompas di Jakarta, Maret lalu, mengatakan bahwa musik memang menjadi wadah bagi orang dari mana saja untuk berbagi rasa, pengalaman. 

"Musik adalah jalan untuk berbagi pengalaman hidup dengan cara kreatif. Dunia memerlukan kehidupan kreatif, suatu kreativitas yang muncul dari bagian terdalam diri kita masing-masing. Kreativitas yang menumbuhkan kebijaksanaan, semangat hidup, dan kasih sayang," kata Herbie.

"Imagine" tidak lagi hanya bisa dibayangkan, tetapi didengarkan lewat album ini. Sebuah langkah nyata menuju impian Lennon: Imagine all the people living life in peace... Dan, tampaknya Lennon tidak sendirian... (XAR)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan