Selasa, 1 Februari 2011

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


WN Italia Divonis Ringan, Warga Demo

Posted: 01 Feb 2011 07:15 AM PST

Pencurian Pratima di Bali

WN Italia Divonis Ringan, Warga Demo

Penulis: Muhammad Hasanudin | Editor: Glori K. Wadrianto

Selasa, 1 Februari 2011 | 15:15 WIB

GIANYAR, KOMPAS.com - Sekitar 30 orang yang mengatasnamakan perguruan kebatinan Sandhi Murti berunjukrasa di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar, Selasa (1/2/2011) terkait vonis ringan yang dijatuhkan kepada pelaku pencurian Pratima, Roberto Gamba.

Para pengunjuk rasa meminta kejaksaan untuk mengajukan banding atas vonis yang hanya 5 bulan kepada warga Italia tersebut. "Perbuatan pelaku tidak hanya merugikan Bali secara materiil namun lebih daripada itu, perbuatan ini telah merusak tatanan keyakinan dan kepercayaan masyarakat Bali," ujar I Wayan Semara Cipta, humas Perguruan Sandhi Murti disela-sela unjuk rasa.

Massa meminta bertemu dengan Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar, Anita Asterida untuk menyampaikan aspirasi mereka, namun Kajari enggan menemui mereka tanpa alasan yang jelas.

Massa akhirnya emosi dan memaksa masuk ke dalam kantor Kejari untuk menemui Kajari langsung. Aparat polisi dan petugas kejaksaan berusaha mengadang pengunjukrasa dan terjadi aksi saling dorong. Suasana semakin memanas dan nyaris terjadi baku hantam.

Untuk meredakan situasi Kajari Gianyar akhirnya bersedia menemui pengunjuk rasa dan melakukan dialog. "Yang pertama kita minta Kejari Gianyar untuk proses banding terkait keputusan 5 bulan, kita dorong kejari untuk menuntut seumur hidup sebagai efek jera bahwa pratima adalah benda suci bagi masyarakat Bali, namun mereka menolak," imbuh I Wayan Semara Cipta, usai berdialog dengan Kajari Gianyar.

Karena tidak puas dengan sikap Kejari Bali yang menolak mengakomodasi tuntutan mereka, massa akan bergerak ke Denpasar untuk berunjukrasa di Polda Bali. 

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Kirim Komentar Anda

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Pesan Harmoni dari Sudiroprajan

Posted: 01 Feb 2011 05:46 AM PST

KOMPAS.com — Suasana sekitar Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, yang berhias lampion di jalan-jalan sangat meriah, Minggu (30/1/2011). Ribuan orang berkumpul di dekat jam Pasar Gede yang menjadi ikon pasar tradisional itu.

"Lihat, Nak, barongsainya bobo," kata Sri (42) kepada cucunya, menunjuk lima barongsai yang beratraksi. Warga Kelurahan Gandekan, Kecamatan Jebres, Solo, itu mengaku sejak pukul 14.00 berada di Pasar Gede bersama seorang cucu dan anaknya. "Kami senang nonton atraksi barongsai, liong, dan kesenian Jawa," kata Sri.

Meski tidak merayakan Imlek, tidak menjadi halangan baginya untuk menikmati Garebeg Sudiro yang diselenggarakan untuk menyambut datangnya Imlek 2562 yang dirayakan warga keturunan Tionghoa.

Begitu pula dengan Sukamti (42). Ia mengaku menyempatkan diri datang jauh-jauh dari rumahnya di Kampung Timuran, Kecamatan Banjarsari, Solo, agar bisa menonton kirab budaya Garebeg Sudiro.

Acara ini kini dirasakan menjadi milik semua warga Kota Solo karena, selain kesenian khas warga keturunan Tionghoa, juga ditampilkan kesenian Jawa. Perbedaan yang ada tidak menjadi penghalang untuk merajut kebersamaan.

"Perbedaan jangan disikapi secara negatif, tetapi dibingkai dengan kebersamaan agar menjadi harmoni," kata Hendry Susanto, Ketua Kelenteng Tan Kok Sie Pasar Gede yang juga Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia Solo.

Sudiroprajan merupakan kantong permukiman warga peranakan di Kota Solo. Namun, menurut Hendry, Sudiroprajan sulit disamakan dengan pecinan lainnya karena warga pribumi dan keturunan di sana sudah sangat membaur sejak beberapa generasi lalu. Perkawinan di antara mereka telah melebur perbedaan. "Interaksi dan akulturasi yang terjadi di antara kami bukan rekayasa, melainkan alamiah," ujar Hendry.

Wakil Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan, menjadi kewajiban Pemerintah Kota Solo untuk menjaga kebinekaan di antara warganya. Bahkan, Wali Kota Solo Joko Widodo menegaskan, acara ini sejalan dengan keinginan Pemkot Solo untuk menggali potensi kampung. Pembangunan Kota Solo dimulai dari kampung kemudian ke kota sehingga ada rasa memiliki di antara warganya.

Memasuki tahun ketiga Garebeg Sudiro, tahun ini acaranya dibalut dalam kirab budaya dengan menampilkan lebih banyak atraksi dan potensi kesenian lokal. Ada pula potensi kreativitas dan kuliner khas Sudiroprajan, seperti gembukan, bakpao, moho, dan kue mangkok, yang juga menunjukkan terjadinya akulturasi.

Dalam kirab budaya ini, selain gunungan kue keranjang yang kini dikemas dalam bentuk pagoda, ada pula atraksi barongsai, liong, reog, turonggo seto dari Boyolali, Solo Batik Carnival, tari prajuritan dari SMKN 8, tari topeng dari ISI Surakarta, bedoyo putri, dan banyak lainnya.

Mereka berkirab dari Pasar Gede mengelilingi kawasan Sudiroprajan. Puncak kegiatan ini ditandai dengan pembagian kue keranjang di sejumlah titik. Suasananya seperti garebeg yang diselenggarakan Keraton Surakarta.

Dalam kitab Babad Sala yang dihimpun oleh RM Sajid disebutkan, Sudiroprajan atau Balong yang dulu merupakan bagian dari wilayah Keraton Surakarta ada sejak abad ke-19. Kampung ini dulu menurut tata ruang menjadi zona bagi orang-orang Tionghoa yang datang ke Surakarta sehingga kemudian dikenal sebagai kampung pecinan. Kampung ini dipimpin oleh seorang berpangkat mayor yang disebut Babah Mayor.

Rangkaian kirab budaya diselenggarakan warga Sudiroprajan yang tidak sedikit mengeluarkan dana dari kocek sendiri untuk penyelenggaraan acara selain bantuan dari Pemkot Solo. Warga setempat bersemangat untuk menjadikan kampungnya sebagai daerah wisata. Pemkot Solo pun mulai tahun ini akan menata wilayah tersebut sekaligus membangkitkan potensi ekonominya. (eki)

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan