Sabtu, 20 Julai 2013

Republika Online

Republika Online


Ilmuwan: Virus HPV Penyebab Utama Kanker Tenggorokan

Posted: 20 Jul 2013 09:16 PM PDT

Minggu, 21 Juli 2013, 11:16 WIB

Penyakit kanker tenggorokan

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sepertiga dari orang yang didiagnosis dengan kanker tenggorokan terinfeksi satu jenis virus human papillomavirus (HPV). Virus tersebut diketahui menyebar melalui kontak kelamin atau seks oral.

Aktor Michael Douglas dilaporkan tentang hubungan diagnosis HPV dengan kanker tenggorokan. Para ahli mengatakan hubungan virus HPV dengan kanker tenggorokan dalam Journal of Clinical Oncology.

Ada lebih dari 100 jenis HPV. Sebagian besar orang akan terinfeksi HPV pada beberapa titik, tapi sebagian besar sistem imun akan memberi perlindungan. Ada dua jenis HPV yang paling mungkin menyebabkan kanker- HPV-16 dan HPV-18. HPV-16 dianggap bertanggungjawab untuk sekitar 60 persen dari kanker serviks, 80 persen kanker anus, dan 60 persen kanker mulut.

Studi para ilmuwan tersebut melihat hubungan HPV dengan kanker belakang tenggorokan, kanker orofaringeal. Tim dari Universitas Oxford menemukan 35 persen dari mereka dengan kanker tenggorokan memiliki antibodi, dibandingkan mereka yang 1 persen bebas kanker. Pasien tersebut cenderung bertahan hidup dibandingkan dengan orang yang memiliki kanker tenggorokan karena alkohol atau tembakau.

"Hasil ini melihat beberapa bukti bahwa infeksi HPV-16 merupakan penyebab signifikan pada kanker orofaringeal," ujar peneliti kanker, Ruth Travis dikutip BBC.

Menurutnya, melakukan seks yang sehat akan mengurangi risiko penularan HPV. Akan tetapi, penggunaan kondom tidak akan benar-benar menghentikan infeksi virus tersebut.

Reporter : Nur Aini
Redaktur : Fernan Rahadi

Sesungguhnya Allah SWT mengampuni beberapa kesalahan umatku yang disebabkan karena keliru, karena lupa, dan karena dipaksa (HR Ibnu Majah, Baihaqi, dan lain-lain)

  Isi Komentar Anda

Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.

Siapa Bilang Obesitas Bikin Anak Menggemaskan?

Posted: 20 Jul 2013 10:16 AM PDT

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Anak yang memiliki tubuh gemuk terkadang memang terlihat lucu dan menggemaskan, apalagi anak yang gemuk kerap kali dipersepsikan sebagai anak yang sehat. Namun, kelebihan berat badan atau obesitas kini telah menjadi musuh baru dunia, termasuk di Indonesia. Sebab, timbunan lemak di dalam tubuh ini tidak memberikan manfaat apa pun selain penyakit yang kemudian bersarang di tubuh."Gemuk itu sudah termasuk penyakit. Apalagi anak-anak, bisa berakibat fatal pada saat mereka dewasa nanti," kata Ketua II Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman B Pulungan SpA(K) dalam diskusi bertajuk "Cegah Obesitas pada Anak dan Remaja, Mulai Konsumsi Buah dan Sayur Secara Teratur Sejak Dini" di Jakarta, Kamis (18/7).

Berdasarkan hasil riset Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak yang gemuk atau bahkan mengalami obesitas memiliki kecenderungan untuk tetap gemuk dan obesitas saat menginjak usia dewasa. Bahkan, saat dewasa muda, mereka berisiko tinggi untuk menderita intoleransi glukosa yang bisa memicu diabetes, gangguan metabolisme lemak, polycystic ovary syndrome (kista), hipertensi, bahkan berbagai penyakit degeneratif lain.

Banyaknya penyakit yang menyertai obesitas pada anak menyebabkan penderita obesitas di usia muda berisiko tinggi mengalami kematian muda atau kematian di bawah usia 55 tahun. "Penyebab obesitas atau kegemukan itu bukan hanya faktor genetik, karena masih banyak faktor lain yang bisa menyebabkan obesitas terutama pada anak-anak," jelas Aman.

Pola makan anak pada masa kini cenderung lebih menyukai makanan cepat saji yang tinggi akan lemak jenuh. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan anak, seperti berolahraga, menyebabkan kalori yang diasup anak tidak sesuai dengan pengeluaran.

Diabetes pada anak

Timbunan lemak yang tersimpan dalam tubuh mampu memengaruhi kerja hormon dalam tubuh manusia, termasuk hormon insulin. Hormon ini memiliki tugas untuk membantu metabolisme glukosa.

Namun, banyaknya lemak yang tertimbun di dalam tubuh dapat menyebabkan penurunan sensitivitas insulin sehingga insulin kesulitan untuk memecah glukosa dalam tubuh. Bila insulin mulai mengalami kesulitan karena kehilangan sensitivitas, maka orang tersebut tergolong positif menderita diabetes.

Hal ini kemudian tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Sebab, pada anak yang kegemukan atau obesitas, penyakit seperti diabetes bisa menyerang mereka tanpa harus menunggu hingga beranjak dewasa.
\"Dari riset yang kami lakukan terhadap 182 anak dengan obesitas usia 12 hingga 15 tahun, 3,8 persen sudah mengalami intoleransi glukosa," ungkap Aman.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan