Sabtu, 4 Ogos 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Irjen Djoko Harus Dijerat dengan Pasal Pencucian Uang

Posted: 04 Aug 2012 10:13 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta menjerat tersangka kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM), Irjen (Pol) Djoko Susilo, dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan demikian, asal usul dan aliran harta yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi yang bersangkutan dapat terlacak.

"Harus, kasus-kasus korupsi ini harus menggunakan pendekatan itu, dan yang diduga terlibat akan buktikan hartanya di pengadilan," kata Ketua Divisi Investigasi Indonesi Corruoption Watch (ICW), Agus Sunaryanto di Jakarta, Sabtu (4/8/2012).

Dia mengatakan, KPK harus melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melacak aliran dana mencurigakan terkait Djoko. Langkah KPK yang berniat memblokir rekening Djoko, menurutnya sudah tepat. Dengan begitu, tidak ada perpindahan atau pengalihan aset lagi yang mungkin dilakukan Djoko.

Dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM ini, KPK menjerat Djoko dengan pasal penyalahgunaan wewenang. Djoko bersama-sama dengan Brigjen (Pol) Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukoco S Bambang, diduga menyalahgunakan kewenangan sehingga menimbulkan kerugian negara atau menguntungkan pihak lain dalam pengadaan simulator tersebut.

Diduga, kerugian negara akibat perbuatan mereka mencapai Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar. Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator Kemudi SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri 2011 ini akan terus dikembangkan. Bahkan, KPK sudah berpikir untuk menjerat tersangka dengan pasal TPPU.

"Proses pengembangan yang berjalan akan diperlukan menggunakan pasal-pasal lain (TPPU)," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto saat menjawab wartawan, Kamis (2/8/2012).

Aset rumah

Sebelumnya, koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman melaporkan ke KPK aset senilai Rp 40 miliar yang diduga milik Djoko. Aset yang dilaporkan tersebut berupa tanah dan bangunan seluas 5.000 meter persegi di Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Surakarta.

"Tanah dibeli sekitar tahun 2009 dan dimulai pembangunan rumahnya tahun 2010-2011," kata Bonyamin Saiman saat mendatangi gedung KPK, Kamis (2/8).

Dia menjelaskan, tanah yang berada di pusat kota Solo itu harga per meter perseginya tahun 2009 sekitar Rp 5 juta. Jika dikalikan 5.000 m2, maka tanah tersebut bernilai Rp 25 miliar. Sementara untuk bangunannya seluas 2.500 m2, diduga bernilai Rp 10 miliar, dengan nilai mebeler dan barang antik Rp 5 miliar, sehingga total asetnya Rp 40 miliar.

"Sedangkan harga tanah sekarang sekitar Rp 7 juta m2," ujarnya.

Bonyamin menduga, ada pengaburan yang dilakukan dalam kepemilikan aset tersebut karena di gerbang rumah dipasang papan nama berinisial CC. Sementara menurut Boyamin, notaris yang mengurus proses jual beli dan balik nama tanah tersebut menyatakan kalau aset itu dibayar oleh Djoko.

Selain Bonyamin, sebelumnya, seorang pembaca Kompas menelepon pada Rabu (1/8/2012) pagi, meminta wartawan mengecek rumah dengan pendopo besar yang disebut milik Djoko Susilo. Rumah besar itu terletak sekitar 3 kilometer dari Plaza Cibubur arah Terminal Leuwinanggung.

Rumah dengan panjang hampir 150 meter dan lebar 80 meter di Kelurahan Leuwinanggung, Kecamatan Tapos, Kota Depok, terlihat mencolok di tengah permukiman warga yang berimpitan di Jalan Jambia, di belakang kompleks rumah dengan pendopo itu.

LHKPN Djoko

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan ke KPK, harta kekayaan Djoko tercatat Rp 5,6 miliar. LHKPN tersebut dilaporkan pada 20 Juli 2010 saat Djoko menjabat Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

Djoko tercatat memiliki harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di bilangan Jakarta Selatan. Pria yang pernah dianugerahi penghargaan Inovasi Citra Pelayanan Prima I dan II pada 2006 serta 2008 itu juga tercatat memiliki sepetak tanah di kawasan yang sama.

Selain itu, Djoko tercatat mempunyai satu Toyota Innova yang dibeli 2005, serta harta bergerak lain seperti logam mulia, batu mulia, barang antik senilai Rp 500 juta. Djoko juga mempunyai giro setara kas seharga Rp 237 juta. Setelah 2010, tidak ada lagi LHKPN yang disampaikan Djoko ke KPK.

Editor :

Aloysius Gonsaga Angi Ebo

Tingkatkan Kualitas Kader, Demokrat Perketat Rekrutmen

Posted: 04 Aug 2012 10:13 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mengatakan bahwa partainya tengah melakukan rekrutmen kader untuk menyambut Pemilu Legislatif 2014 mendatang. Dalam rekrutmen kali ini, seleksi akan dilakukan secara ketat untuk meningkatkan kualitas kader di parlemen.

"Karena kader sumber daya makin banyak dan kualitasnya semakin bagus, maka seleksi calonnya semakin ketat. Seleksi calonnya sangat mempertimbangkan faktor-faktor obyektif," ujarnya usai acara buka puasa bersama di rumah Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf di Jl Batu Sari I, Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu (4/8/2012).

Ia mengungkapkan, semua partai pasti ingin melakukan rekrutmen kader yang lebih memiliki kualitas, baik di DPR pusat, DPRD tingkat Provinsi maupun di DPRD di Kabupaten Kota. "Boleh dibilang rekrutmen Partai Demokrat berdasarkan married system," lanjutnya.

Namun, Anas tak menjawab pertanyaan para wartawan mengenai, apakah rekrutmen tersebut dilakukan setelah melihat fakta ada kader yang tersangkut kasus korupsi. Ia menampik hal itu dengan menegaskan, jika dipetakan secara luas, masih banyak partai politik yang memiliki kader bermasalah selain Partai Demokrat.

"Pada waktunya, rakyat akan tahu berapa kader dari partai apa, kapan dan di mana melakukan kesalahan. Kami yakin Partai Demokrat posisinya yang melakukan kesalahan tidak sebanyak dari partai lain," lanjutnya.

Meski demikian, ia tetap menganggap kasus korupsi yang menimpa beberapa kadernya, merupakan hal serius dan perlu mendapatkan perlakuan khusus. Oleh sebab itu, rekrutmen kader tersebut dilakukan sebagai bagian dari koreksi internal partai incumbent tersebut.

"Oleh sebab itu kami melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan. Itu memang harus dilakukan setiap saat, ada masalah atau tidak ada masalah. Tapi pada waktunya peta politik kepartaian di Indonesia, siapa yang lebih banyak masalahnya, agar rakyat mendapatkan keadilan informasi," lanjutnya.

Editor :

Aloysius Gonsaga Angi Ebo

Tiada ulasan:

Catat Ulasan