Khamis, 24 Februari 2011

ANTARA - Hiburan

ANTARA - Hiburan


Memelihara Reptil Jadi Gaya Hidup

Posted: 24 Feb 2011 05:07 AM PST

Buaya (ANTARA/Septianda Perdana)

Memelihara reptil kini sudah dianggap seperti memelihara anjing dan kucing"

Berita Terkait

Video

Semarang (ANTARA News) - Memelihara reptil mulai menjadi gaya hidup baru bagi warga Semarang, Jawa Tengah, seiring bergesernya anggapan yang dulu menyebut itu adalah hobi yang aneh.

"Memelihara reptil kini sudah dianggap seperti memelihara anjing dan kucing," kata Ketua Panitia Pameran Reptil "Indoreptilnesia", Royen Dior Nainggolan, di Semarang, Kamis.

Di sela pameran reptil yang berlangsung di Plasa Simpanglima Semarang pada 23-27 Februari 2011 itu, ia mengatakan paradigma negatif terhadap orang yang memelihara reptil sudah mulai pudar.

"Sekarang juga sudah mulai bermunculan klub pecinta reptil di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Semarang," kata anggota Semarang Reptile Community (SMART) ini.

Bermunculannya klub-klub pecinta reptil itu, kata dia, merupakan indikasi hobi memelihara reptil sudah mulai diterima dan diminati masyarakat, seperti hobi-hobi lainnya.

Ia menilai semakin banyaknya orang yang hobi memelihara reptil akan menjadikan harga hewan itu kian kompetitif dan tak lagi mahal.

Akan tetapi, ia mengaku bahwa reptil yang dipelihara bukan hewan langka yang dilindungi karena akan mengganggu populasinya, melainkan jenis reptil biasa yang bebas diperjualbelikan.

Sementara itu, Pemilik "DM Turtle", Dennis Mulyana mengatakan pemeliharaan hewan reptil sebenarnya tidak terlalu membutuhkan perawatan-perawatan yang khusus.

"Memelihara reptil sebenarnya cukup mudah dan tidak merepotkan, asalkan kebutuhan pokok seperti makanan dan kebersihan kandang harus terjaga dengan sangat baik," katanya.

Ia mencontohkan kura-kura yang harus diberi makan sayuran yang bersih dan bebas pestisida, serta kebersihan kandang harus selalu menjadi perhatian para pemiliknya.(*)

KR-ZLS/M027

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Pemerintah Diminta Fokus Kembangkan Kualitas Film

Posted: 23 Feb 2011 02:25 PM PST

Warga berjalan dibawah poster film di sebuah pusat perbelanjaan, Jakarta, Minggu (20/2). Motion Pictures Association of America (MPAA) dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) akan menghentikan peredaran film import mereka di Indonesia memprotes bea masuk atas hak distribusi film impor. (ANTARA/Paramayuda)

Berita Terkait

Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus lebih fokus dalam mengembangkan kualitas film, sehingga ke depan industri film nasional dapat meningkat, kata pengamat perfilman dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fajar Junaedi.

"Pemerintah sebaiknya fokus bagaimana meningkatkan kualitas film Indonesia, karena saat ini industri film negeri ini berada pada titik nadir," katanya pada diskusi "Quo Vadis Industri Film Indonesia" di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, film Indonesia saat ini lebih banyak yang menampilkan hantu, mistik, dan seks. Oleh karena itu, harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas film Indonesia agar mampu bersaing dengan film-film asing.

"Pemerintah belum mengetahui petunjuk yang tepat bagaimana menuju industri film yang bagus di Indonesia. Upaya yang dilakukan baru sebatas hitung-hitungan ekonomi dengan menaikkan pajak film impor yang masuk Indonesia," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah belum mengetahui industri film secara keseluruhan, tetapi baru sepotong-sepotong, sehingga aturan yang dibuat hanya secara hitung-hitungan ekonomi bukan pada peningkatan kualitas film nasional.

"Kenaikan pajak impor film yang diterapkan pemerintah dapat dikatakan sebagai salah satu upaya untuk memboikot film impor," kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.

Ia mengatakan, upaya pemboikotan film impor di Indonesia sebenarnya pernah dilakukan pada 1960-an. Pada 1956 hingga 1966 film impor dari Amerika Serikat (AS) mencapai 500 film dan negara lain 100 film, sedangkan produksi film Indonesia hanya 58.

Oleh karena itu, menurut dia, pada 1960-an sudah ada upaya memboikot film impor untuk meningkatkan nasionalisme.

"Proteksi terhadap film nasional sebenarnya sudah ada sejak dulu sebagai upaya menandingi film-film AS yang menggurita. Jadi, wajar jika pemerintah melakukan pajak tontonan terhadap film luar negeri," katanya.(*)

(L.B015*H010/H008)

Editor: Ruslan
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan